Beranda / Berita / Aceh / Prof. Apridar: Menakar Relevansi Hukum Jinayah di Era Kekinian

Prof. Apridar: Menakar Relevansi Hukum Jinayah di Era Kekinian

Rabu, 31 Juli 2024 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Apridar, S.E., M.Si. Foto: net


DIALEKSIS.COM | Aceh - Di tengah perdebatan penerapan hukum syariah di berbagai negara, hukum jinayah atau hukum pidana Islam kembali menjadi sorotan. Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Apridar, S.E., M.Si., yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh, memaparkan pandangannya tentang relevansi hukum jinayah di era modern.

"Hukum jinayah bukan sekadar instrumen penghukuman," ujar Apridar kepada Dialeksis.com, Rabu, 31 Juli 2024. 

Menurutnya, hukum ini memiliki fungsi yang lebih luas, mencakup penjagaan ketertiban umum, perlindungan hak-hak individu, dan edukasi masyarakat tentang prinsip-prinsip syariah.

Apridar menjelaskan, hukum jinayah terbagi dalam tiga kategori utama: Hudud, Qisas, dan Ta'zir. Masing-masing memiliki karakteristik dan penerapan yang berbeda. 

"Hudud itu hukuman yang sudah ditetapkan Allah, tidak bisa diubah. Qisas bersifat timbal balik, sedangkan Ta'zir lebih fleksibel, ditetapkan oleh penguasa atau hakim," paparnya.

Menyinggung filosofi di balik hukum jinayah, Apridar menekankan bahwa pondasi utamanya adalah maqasid al-shariah atau tujuan syariah. "Ini mencakup perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta," katanya. Ia menambahkan, prinsip keadilan menjadi landasan utama dalam penerapan hukum ini.

Namun, bagaimana dengan penerapannya di era modern? Apridar berpendapat bahwa penafsiran hukum jinayah harus mempertimbangkan konteks sosial dan budaya kontemporer. 

"Ulama dan cendekiawan Muslim harus berkolaborasi untuk memastikan interpretasi hukum sejalan dengan nilai-nilai universal hak asasi manusia," tegasnya.

Prof Apridar juga menyoroti pentingnya edukasi masyarakat tentang hukum jinayah. Menurutnya, pemahaman yang tepat akan membuat masyarakat mengerti bahwa hukum ini bertujuan melindungi hak-hak individu dan menciptakan masyarakat yang adil.

Meski beberapa negara telah menerapkan hukum jinayah dalam sistem hukum mereka, seperti Arab Saudi dan Brunei Darussalam, Apridar menekankan perlunya penerapan yang bijaksana dan adaptif. 

"Tujuannya agar hukum jinayah tetap relevan dan efektif dalam mencapai tujuan-tujuan filosofisnya di era modern," pungkasnya.

Penerapan hukum jinayah menurut Prof Apridar masih menjadi perdebatan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Beberapa pihak mendukung penerapannya sebagai bentuk penegakan syariat Islam, sementara yang lain mengkhawatirkan potensi pelanggaran hak asasi manusia. 

"Diskusi dan kajian mendalam masih diperlukan untuk mencari titik temu antara prinsip-prinsip hukum Islam dan nilai-nilai universal dalam konteks negara modern," pungkasnya. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda