kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / PP Zakat Pengurang Pajak di Aceh Wajib Diwujudkan Pemerintah Pusat

PP Zakat Pengurang Pajak di Aceh Wajib Diwujudkan Pemerintah Pusat

Minggu, 05 Juni 2022 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Dekan Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Prof. Dr. Jamaluddin  S.H., M.Hum. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - Badan Baitul Mal Aceh menargetkan peraturan tentang zakat sebagai pengurang pajak terlaksana pada 2022, sehingga masyarakat di "Serambi Makkah" itu tidak perlu lagi harus membayar zakat dan pajak secara terpisah.

Namun, hingga hari ini peraturan itu belum disahkan oleh pemerintah pusat, padahal Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang zakat sebagai pengurang zakat sudah siap dari tahun lalu. 

Rancangan implementasi pengurangan pajak dari zakat warga ini telah disiapkan sesuai amanat UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Tepatnya pada Pasal 192 yang menginstruksikan agar zakat yang diberikan dapat mengurangi pajak. 

Dekan Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Prof. Dr. Jamaluddin  S.H., M.Hum menjelaskan dasar hukum yang memerintahkan zakat sebagai pengurang pajak. 

Kata Prof Jamal, Provinsi Aceh berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki dan UUPA telah diberikan otonomi yang seluas-luasnya, salah satu diantaranya tentang kewenangan pelaksanaan syariat Islam. 

“Atas dasar itu, untuk membiayai pembangunan di Aceh, salah satu sumber yang dapat digali sesuai ketentuan syariat Islam dari sektor zakat penghasilan subjek hukum yang digali dan diharuskan membayar zakat penghasilan,” jelasnya kepada Dialeksis.com, Minggu (5/6/2022). 

Lanjutnya, kemudian juga diwajibkan membayar pajak penghasilan sesuai ketentuan, baik ketentuan hukum syariat Islam yang berkaitan dengan zakat dan ketentuan hukum pajak yang diatur oleh negara. 

Hal itu, kata dia, ada dabel bayar yang tentu memberatkan bagi subjek hukum yang diharuskan membayar zakat juga diharuskan membayar pajak.  

“Supaya orang yang diharuskan membayar zakat dari berbagai penghasilan dan juga diharuskan membayar pajak agar tidak memberatkan, maka setiap subjek hukum yang diharuskan membayar zakat penghasilan, harus dilakukan pengurangan pembayaran pajak penghasilan,” terangnya. 

Untuk dapat dilakukan pemotongan pajak penghasilan bagi subjek hukum yang juga diharuskan membayar zakat penghasilan, maka harus ada Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 192 UUPA tersebut. 

Menurutnya, PP itu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat untuk menerbitkannya, karena untuk melaksanakan pengurangan pajak bagi subjek hukum yang diharuskan membayar zakat, disini terlibat instansi pemerintah yang sifatnya vertikal dalam pelaksanaan ketentuan ini.

Ia mengatakan, jika peraturan itu telah disahkan maka Aceh punya dampak besar terhadap pendapatan Aceh. 

“Baik untuk membiayai pembangunan di Aceh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat Aceh yang masih banyak berada dibawah garis kemiskinan

Menurut Jamal, semua subjek hukum, baik sebagai individu maupun dalam bentuk badan usaha, yang memenuhi ketentuan untuk membayar zakat penghasilan akan bersemangat membayar zakat penghasilannya dengan adanya pengurangan pembayaran pajak penghasilan. 

Untuk itu, kata dia, pendapatan Aceh untuk membiayai pembangunan dari berbagai sektor untuk mengeluarkan masyarakat dari hidup miskin akan terdongkrak.

Prof Jamal meminta peraturan itu segera diwujudkan, agar masyarakat tidak merasa diberatkan, harus berpegang pada prinsip keadilan, kemanfaatan dan kepastian, juga transparan dan akuntabel"

“Jika prinsip ini bisa dilaksanakan dengan baik dan penuh rasa tanggung, bisa membuat masyarakat menjadi yakin dan percaya serta tidak merasa berat dalam membayar zakat penghasilan dan pajak penghasilan,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda