Polisi Diminta Tindak Aksi Premanisme Warga di Kutacane
Font: Ukuran: - +
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengamat Kebijakan Publik Aceh, Nasrul Zaman meminta aparat kepolisian menindak keras aksi premanisme yang terjadi terhadap warga Kutacane, Aceh Tenggara
Hal tersebut ia sampaikan sehubungan dengan adanya pelaporan seorang PNS di Aceh Tenggara atas nama Wardhiyah yang diteror dan diancam oleh sekelompok preman yang datang ke rumahnya berulangkali dan seringnya malam-malam.
"Tindakan itu adalah akibat hubungan hutang-piutang antara keluarga Ibu Wardhiyah dengan terlapor Rasidin yang sehari-hari juga diduga sebagai rentenir besar di Aceh Tenggara," kata Nasrul Zaman kenapa reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (28/11/2021).
Ia menegaskan, sepatutnya polisi segera memproses perilaku premanisme dan juga aksi kegiatan "Bank Gelap" yang telah beroperasi lama di Agara.
karena, kata dia, hal itu bertentangan dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan telah diatur dalam KUHP pidana Pasal 372, 374 dan 378 dengan masa ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun.
Kesaksian Korban
Sejak bulan 6, kami didatangi Rasidin (siden-rentenir) dengan mengaku-ngaku rumah yang kami tempati sudah dia beli dan menyuruh kami segera keluar dari rumah.
Sejak itu, tiap satu bulan sekali dia pasti datang dengan omongan yang sama. Tapi sejak bulan Oktober, dia mulai datang dengan anak dan anggotanya (preman) dan melakukan tindakan yang lebih mengancam seperti memberi tenggat waktu untuk segera mengosongkan rumah dengan dalih sudah dibeli dan sudah ada AJB.
Sedangkan kami yang di rumah ini tidak tau-menahu masalah jual beli apapun dengan pihak Rasidin. Padahal rumah yang kami tempati adalah rumah keluarga yang masih ada hak kami sebagai salah satu pewaris.
Dan sertifikat yang dia beli (belum pindah nama Rasidin) juga sudah diblokir di BPN karena gugatan malwaris sudah kami masukan ke mahkamah syar'iyah.
Karena kami tidak juga keluar dari rumah, mereka semakin barbar dan anarkis melakukan perbuatan tidak menyenangkan, perbuatan mengganggu kenyamanan, intimidasi, pengancaman dan pemaksaan dengan cara datang beramai-ramai menakut-nakuti dan memaksa untuk tinggal di teras rumah kami dengan membawa tikar dan bantal. Tapi walaupun begitu, kami tetap bertahan untuk tidak meninggalkan rumah.
Karena perasaan di atas yang kami alami, kami coba minta perlindungan ke pihak polisi dengan mengadukan keluhan kami tetapi kami tidak dianggap, tidak dipedulikan, tidak direspons seolah-olah kami bertahan di rumah itu adalah salah dan perbuatan mereka seperti dibenarkan.
Karena kami merasa kami tidak dipedulikan pihak kepolisian, kami mencoba bertahan sendiri tanpa perlindungan pihak berwajib selain saudara-saudara kami.
Selang beberapa waktu mereka datang lagi dan kali ini mereka merantai dan menggembok pagar rumah kami selama tiga minggu sehingga kami tidak bisa beraktifitas seperti biasa, apalagi mencari nafkah karena kami berjualan di teras rumah kami tapi karena mereka beberapa bulan itu terus melakukan peneroran, kami menjadi takut untuk berjualan mencari nafkah.
Setelah tiga minggu pagar kami dirantai dan digembok, tanggal 27 November 2021 sekitar pukul 14.30 WIB, mereka datang lagi lebih ramai dari biasanya dan lebih anarkis karena berteriak-teriak dari semua pintu, pintu depan, pintu samping, pintu belakang sambil menggedor-gedor, menendang-nendang pintu dan jendela.
Kami sangat ketakutan karena mereka mengancam akan merusak pintu dan menerobos masuk ke dalam rumah dan mengancam akan merusak mobil kami yang akhirnya mereka lakukan.
Merusak pintu depan, dan pintu samping kami dengan martil dan merusak juga mobil kami sehingga ban mobil kami kempes dan body mobil kami sebelah kiri penyot dan tergores.
Bisa jadi kalau kami tidak bertahan di dalam rumah, mungkin kami juga akan mendapat kekerasan fisik karena mereka sudah sangat barbar seperti sudah hilang akal.
Kami sangat merasa dirugikan sekali sebagai korban secara meteril dan imateril. Karena jiwa kami, fisik kami sangat terguncang selama berbulan-bulan menerima bentuk teror yang mengerikan ini.
Seharusnya kami tidak pantas menerima perlakuan dan kejadian seperti ini karena kami berada di negara yang berdasarkan hukum seharusnya hukum bisa melindungi jiwa raga dan hak-hak kami dan bisa menyelesaikan masalah ini dengan seadil-adilnya berdasarkan fakta bukti dan hukum yang berlaku.