Polemik MAA, Gubernur Aceh Segera Ambil Sikap Tegas
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik Majelis Adat Aceh (MAA) belum kunjung selesai dan Gubernur Aceh Nova Iriansyah belum juga melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap (lnkracht Van Gewijsde), sesuai dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh Nomor 16/G/2019/PTUN.BNA tanggal 24 September 2019 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan 293/B/2019/PTTUN.MDN tanggal 21 Januari 2020 jo. 263 K/TUN/2020 tanggal 28 Juli 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap (lnkracht Van Gewijsde).
Hal itu diungkap oleh Pengamat Politik, Usman Lamreung, Sabtu (29/1/2022). Dirinya menjelaskan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui surat Nomor 180/165/SJ, tanggal 13 Januari 2022 yang di tujukan kepada Gubernur Aceh, perihal Pelaksanaan Putusan yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap (lnkracht Van Gewijsde).
"Kementerian Dalam Negeri Mewajibkan kepada Tergugat untuk melanjutkan proses Usul Penetapan Pengukuhan Dewan Pengurus MAA periode 2019 s/d 2023 berdasarkan hasil Mubes. Gubenur Aceh sebagai Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," ucapnya kepada Dialeksis.com, Sabtu (29/1/2022).
Kemudian, Dirinya mengatakan, Gubernur Aceh Nova Irianysah jangan terus menunda dan membangkang putusan yang berkuatan hukum tetap, tapi harus tunduk pada hukum dan memberikan contoh yang baik pada rakyat Aceh, apalagi ini dimasa akhir pemerintahannya.
"Yang membangkang pada putusan hukum tetap adalah sama dengan penguasa oligarki dan tiran. Indonesia adalah negara demokrasi dan menempatkan supremasi hukum di atas segalanya. Sudah sepatutnya pemimpin bersikap sebagai negarawan, tunduk pada hukum, bukan melawan keputusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap. Gubernur Aceh Nova Iriansyah jangan wariskan catatan merah dan luka dalam sejarah kepemimpinan Aceh akibat polemik MAA tak kunjung diselesaikan," tukasnya.
Polemik diperkeruh Internal MAA
Polemik MAA semakin tidak kunjung selesai, patut dapat diduga adanya oknum-oknum dengan maksud terselubung seperti berkeinginan menjadi ketua serta menikmati fasilitas negara yang ditempatkan di MAA, ini bisa berdampak rusaknya tatanan organisasi Lembaga MAA, dan lebih parah lagi akan hilangnya marwah Majelis Adat Aceh, akibat hausnya kekuasaan oknum pengurus internal MAA sendiri.
"Gubenur Aceh Nova Iriansyah juga harus segera membersihkan oknum-oknum tersebut, kalau ini tidak dilakukan bisa saja MAA akan jadi kenanganan sejarah, dan itu terjadi di pemerintah Gubernur Nova Iriansyah," ungkapnya.
Oleh karena itu, Kata Usman, salah satu cara membersihkan oknum-oknum internal tersebut adalah segera Lantik kepegurusan Badruzaman Ismail sesuai dengan keputusan hukum yang sudah ditetapkan.
"Lembaga MAA berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Lembaga Wali Nanggroe serta Ketua/Pengurus baru berlaku sejak dikukuhkan oleh Wali Nanggroe, maka sudah sepatutnya ini segera diselesaikan polemik ini, dengan cara baik, indenpenden, sejuk dan tidak memihak siapapun, demi untuk menghindari konflik berkepanjangan. Jangan sampai lembaga Wali Nanggroe tidak indenpenden, berpihak, itu bisa menyebabkan konflik lembaga MAA semakin tidak selesai," tukasnya.
"Wali Nanggroe bersama Gubernur Aceh, dan pengurus Lembaga MAA konsolidasi dan membangun komunikasi, untuk memperkuat kembali lembaga MAA, dan oknum-oknum pengurus yang bermasalah untuk segera di pecat, agar legilitas MAA kembali pada titahnya," pungkasnya. [ul/ftr]