Beranda / Berita / Aceh / Angka Monev 2021 KPK-RI Terhadap Aceh, Pengamat: Harus Sesuai Dengan Implementasinya

Angka Monev 2021 KPK-RI Terhadap Aceh, Pengamat: Harus Sesuai Dengan Implementasinya

Selasa, 18 Januari 2022 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur
Grafik angka Monev KPK-RI terhadap Aceh. [Foto: Istimewa]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Hasil verifikasi akhir Agenda Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah melalui koordinasi Supervisi dan Pencegahan Korupsi KPK RI dalam Monitoring Centre of Prevention (MCP) Tahun 2021 di Provinsi Aceh telah diperoleh capaian rata-rata sebesar 72,24 persen atau naik 44,71 persen dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar 49,92 persen.

Pengamat Politik, Usman Lamreung mengatakan, inikan Monev KPK yang dilihat dari data-data yang didapatkan dilapangan. “Cuma kalau dilihat dari Implementasi bertolak belakang dengan proses yang terjadi sebenarnya. Monev itu lebih melihat yang sifatnya secara umum, baik dari administrasi, proses tender, pengelolaan anggaran dan lain sebagainya, namun belum melihat secara lebih mendalam,” kata Usman kepada Dialeksis.com, Senin (17/1/2022).

Dirinya mengatakan, kita sangat menyambut baik akan hal ini. “Ini merupakan sebuah terobosan reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah Aceh, artinya ada perbaikan tata kelola birokrasinya, terutama paling khusus adalah pengelolaan anggaran, ini bisa dilihat dari pelaporannya, evaluasinya, dan Monevnya,” kata Usman.

Menurutnya, Monev ini dilihat seperti keakuratan data. “Monev ini adalah specialisasi Sekda Aceh Taqwallah, tapi reformasi birokrasi tidak hanya ditata kelola administrasi saja, namun juga meminimalkan terjadi korupsi, apalagi saat ini dugaan-dugaan tindak korupsi masih sangat kental dalam implementasi program yang menggunakan APBA,” kata Usman.

Kemudian, Usman mengatakan, masih banyak tolak tarik dalam politik pembahasan anggaran. “Karena kalau kita lihat masih banyak negosiasi dan transaksional, ada kesepakatan-kesepakatan yang berpulang pada tindakan korupsi, yang tidak tersentuh dalam proses birokrasi,” jelasnya.

“Birokrasi dalam implementasi kadangkala ada upaya intervensi kekuasaan, acap kali membuka peluang peluang KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),” tambahnya.

Jika melihat secara objektif lagi, kata Usman, dengan banyaknya anggaran sangat banyak persoalan yang belum tersentuh dan penindakan korupsi.

“Disini yang kemudian pelaksanaan program pembangunaan diduga adanya tindak korupsi, di Aceh sendiri juga banyak sekali kasus korupsi, diantaranya seperti kasus sapi, kasus jembatan, dan masih banyak lagi yang berakhir dengan proses hukum, dalam proses hukum masih setingkat kepala dinas, bisa saja petinggi-petinggi diatas juga terlibat didalamnya,” sebutnya.

Usman mengatakan, artinya di Aceh masih tinggi sekali dugaan-dugaan korupsi. “Seharusnya dengan anggaran Aceh yang besar, masyarakat bisa sejahtera, angka kemiskinan juga semakin menurun,” jelasnya.

Selanjutnya, Usman menjelaskan, bahwa hal ini juga lebih melihat kepada sektor publiknya, pelayanannya. “Sektor pelayanan itukan menjadi penting, ini juga merupakan bagian dari memudahkan Investasi, hari ini jika bicara investasi di Aceh, orang itukan masih ragu, ini penyebabnya di sektor pelayanannya di birokrasi,” sebutnya.

Artinya dalam hal ini, kata Usman, harus dibangun paradigma yang baru. “Terjadi reformasi birokrasi itu harus terjadi secara keseluruhan walaupun ini nantinya secara bertahap. Yang paling penting adalah untuk menjadi goal good government yang baik ini yang harus dibenahi adalah disektor pelayanan,” jelasnya.

Oleh karena itu, Usman mengatakan, birokrasi kita harus dibenahi dengan agar dari sektor pelayanan atau jasa bisa berjalan dengan baik, sehingga timbulnya rasa percaya dan juga akhirnya dinilai berdasar grafik atau statistik. “Dengan terakomodirnya dengan baik, maka angka monev di Aceh selanjutnya pasti akan lebih real atau berbanding dengan implementasi dilapangan,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda