kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / PNA : Koreksi Bank Syariah, Abaikan Protes

PNA : Koreksi Bank Syariah, Abaikan Protes

Sabtu, 05 September 2020 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

[Foto: Affan Ramli, Net]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kaum intelektual kampus jangan menghabiskan energi merespon suara-suara protes Qanun LKS dari pihak-pihak yang membela sistem bank konvensional di Aceh. Ketua DPP PNA Affan Ramli pada Jumat (4/9/2020),"Ini waktunya mengerahkan pikiran menemukan formula-formula baru perbankan syariah yang lebih adil, sehingga perubahan tidak hanya terjadi pada nama dan kulit-kulit, padahal rakyat miskin tetap mengalami penghisapan oleh orang-orang kaya pemilik dan pengelola bank berlabel syariah” ujarnya.

Respon Affan, dikarenakan perihal pemberitaan salah satu media isinya tentang  Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Provinsi Aceh baru saja mengadukan Qanun LKS ke Komnas HAM di Jakarta pada Jumat (4/9/2020). Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh, YARA, dan sejumlah pakar ekonomi meminta qanun tersebut dievalusi dan diubah.

Dirinya menegaskan dalam siaran pers yang dikirimkan ke dialeksis.com, setiap perubahan tidak mungkin bisa membahagiakan semua orang. Pihak-pihak tertentu pasti merasa dirugikan. “Rakyat Aceh dua kali lebih dirugikan jika perubahan nama dari konvensional ke perbankan syariah berhenti pada prosedur-prosedur transaksi saja, beralih pada akad berbahasa arab saja. Rakyat rugi akibat transaksi masih sarat kezaliman dan kezaliman itu dilakukan atas nama Syariah.” ungkapnya merespon kontroversi Qanun LKS belakangan ini.

Selaku atas nama PNA menilai Qanun LKS satu langkah maju. Harus diapresiasi, tapi harus disadari bermata dua. Satu sisi dapat melawan praktik-praktik kapitalisme, jika dilakukan dengan serius. Sisi lain, pelaku industri jasa keuangan, baik perbankan maupun lembaga keuangan lainnya, bisa menjual merek Syariah untuk meraup keuntungan bisnis sepihak seperti praktik selama ini.

“Maukah pihak bank menghentikan praktik-praktik riba dalam berbagai bentuknya, sharing resiko, dan memihak pada usaha-usaha kecil menengah rakyat?” Tanya Affan menggugah. Bagi rakyat, berlabel syariah atau bukan syariah tidak penting, asal praktik-praktiknya sesuai kualitas pelayanan yang adil dan memihak rakyat miskin.

Ia menjelaskan lagi, lembaga keuangan yang baik untuk Aceh, tidak cukup berdimensi syariah saja, dalam makna sempit yang dipahami saat ini. Tapi juga harus berdimensi adat (tradisi akhlak sosial). Adat atau akhlak concern pada isu zalim atau adilnya sebuah praktik ekonomi. Sementara Fikih concern pada isu sah atau batalnya prosedur transaksi. 

“Bank Syariah sebaiknya menggabungkan keduanya, kerangkakerja fikih yang mementingkan prosedur yang sahih dan kerangkakerja adat yang mengejar substansi akhlak islami dalam pengelolaan sumberdaya ekonomi. Gabungan syariah-adat ini kami sebut prinsip syahadat dalam pengelolaan lembaga keuangan. Bank Syariah di Aceh perlu dikoreksi dengan gagasan-gagasan baru, produk-produk baru dan protap-protap baru” Tegas Affan mengakhiri siaran persnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda