kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pj Gubernur Aceh dari Sipil atau Militer, Hasbar: Keputusannya Pada Presiden

Pj Gubernur Aceh dari Sipil atau Militer, Hasbar: Keputusannya Pada Presiden

Kamis, 07 April 2022 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Sekretaris Umum PW SEMMI Aceh, Muhammad Hasbar. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Munculnya polemik tolak tarik terkait calon Pj Gubernur Aceh yang tepat akhir-akhir ini apakah dari kalangan sipil atau militer, dari orang Aceh atau luar Aceh semakin menarik tentunya. Adanya perdebatan di media-media terkait hal tersebut tentunya hanya sebatas narasi dan bahkan terkesan memaksakan kehendak.

"Sebenarnya jika bicara dari sipil atau militer, tentunya kita harus mendukung pernyataan presiden pada 19 januari 2022 silam yang menegaskan bahwa 'Pejabat TNI-Polri aktif tidak mungkin menjadi penjabat kepala daerah tingkat I (Gubernur), UU-nya tidak memungkinkan'. Dari pernyataan itu tentunya masih ada peluang TNI Polri aktif untuk menjabat dengan cara dinon-aktifkan, namun kemungkinan itu relatif kecil dan kesannya terlalu memaksakan kehendak," ucap Sekretaris Umum PW SEMMI Aceh, Muhammad Hasbar, Kamis (7/3/2022) kepada Dialeksis.com.

Hasbar mengatakan, pada dasarnya tidak ada istilah dikotomi sipil dan militer, hanya saja kebijakan dan kebijaksanaan presiden tentunya harus di dukung secara seksama tanpa terkecuali untuk Aceh.

"Justru karena kondisi keamanan Aceh pada dasarnya baik-baik saja, maka tidak ada keharusan dikhususkan untuk Aceh harus dari militer, bahkan jika melihat dari kondisi sebelumnya pasca damai, pihak sipil yang ditunjuk sebagai Pj Gubernur Aceh yaitu, Dr Mustafa Abu Bakar dan Ir Tarmizi Karim, mereka mampu membuat stabilitas keamanan Aceh tetap aman dan kedamaian Aceh dirawat," sebutnya.

Lanjutnya, jadi, bukan persoalan dikotomi tapi bukan pula keharusan dari militer yang dipaksakan, sementara kebijaksanaan presiden sudah sangat jelas. Tentunya karena Aceh bukan daerah darurat militer, sah-sah saja jika Presiden menunjuk Pj Gubernur dari kalangan sipil. 

Namun, kata Hasbar, juga alangkah lebih bijaksananya jika dari kalangan sipil yang memiliki kemampuan manajemen konflik. "Sehingga benih-benih konflik pun dapat terminimalisir," tambahnya.

Menurutnya, pada dasarnya sipil atau militer tidak ada jaminan akan berdampak signifikan terhadap ekonomi Aceh, kecuali pj. Gubernur yang ditunjuk memiliki visi, konsep dan mengerti kondisi riil masyarakat Aceh. 

"Memang tidak ada keharusan Pj Gubernur Aceh harus orang Aceh, namun alangkah lebih bijaknya jika ada orang Aceh karena tentunya lebih memahami kondisi riil Aceh, apalagi jika sosok tersebut orang lapangan yang mengerti kondisi dan memiliki visi untuk membangun sektor ekonomi Aceh. Jika yang diamanahkan presiden untuk Pj Gubernur Aceh adalah orang Aceh yang tepat, itu akan jadi bonus tersendiri bagi masyarakat Aceh dari presiden," ucapnya.

Hasbar mengatakan, adanya upaya lobi-lobi untuk orang luar Aceh atau lobi agar kalangan militer maupun sipil itu sah-sah saja, namun juga kalau terlalu berlebihan memaksa pihak luar itu juga tak elok.

"Aceh punya banyak tokoh yang mampu mengemban amanah untuk perpanjangan tangan presiden di Aceh. Kita yakin dan percaya, presiden Jokowi yang pernah lama tinggal di Aceh paham betul siapa sosok yang dibutuhkan dan tepat bagi masyarakat Aceh," pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda