kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Petani di Aceh Tamiang Keluhkan Harga Karet Menurun

Petani di Aceh Tamiang Keluhkan Harga Karet Menurun

Minggu, 05 Juli 2020 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : M. Hendra Vramenia

Ilustrai: Petani memanen getah karet.(Foto: ANTARA)


DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Sejumlah petani di Kabupaten Aceh Tamiang mengeluh dengan harga jual karet yang kian menurun, sejak penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19, sehingga berdampak merosotnya pendapatan mereka. Harga getah karet saat ini, hanya berkisar Rp 6.000 per kilogram. 

Makmun, 56 tahun, warga Kampung Johar, Kecamatan Karang Baru mengatakan, merosotnya harga getah karet menjadikan kehidupan para petani karet termasuk dirinya semakin sulit.  

"Dulu saat harga getah karet tinggi berkisar Rp 10.000 per kilogram, kami bisa hidup sejahtera, meski pun tidak kaya. Tapi kini saya merasa sangat sulit sekali, untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah tidak dapat memenuhinya," kata Makmun kepada Dialeksis.com, Sabtu (4/7/2020).

Makmun mengeluhkan, harga getah karet Rp6.000 per Kilogram saat ini sudah berlangsung hampir setengah tahun ini. Bahkan selama pandemi harganya tidak pernah setabil, bahkan semakin menurun. 

Ia menuturkan, akibat harga getah karet yang semakin anjlok dirinya dan para petani karet lainnya kini harus berhutang dengan bank. "Untuk menutupi kebutuhan sehari hari saya mencoba membuka kios dagangan kecil kecilan, itu pun modalnya harus meminjam kepada bank," kata dia. 

Makmun mengaku, saat ini dalam seminggu ia hanya bisa mengumpulkan getah sebanyak 45 kilogram dari luas kebun 1 hektare, dan rezeki yang diperoleh dari menyadap pohon karet itu hanya Rp.270.000. Hal itu tidak sebanding dengan jarak tempuh yang ia lakukan setiap harinya menuju kebun miliknya untuk menyadap getah. 

"Jarak dari rumah saya menuju kebun kurang lebih 9 kilometer, atau setengah jam waktu perjalanan, tepatnya di Kampung Blangkandis, Kecamatan Bandar Pusaka. Jadi untuk minyak sepeda motor setiap harinya saja saya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 15.000 dan itu belum lagi untuk yang lainnya," ujarnya. 

7 bulan yang lalu, Makmun mengaku masih bisa mendapatkan rezeki yang lumayan setiap minggunya dari hasil menyadap karet, sebab harganya kala itu sudah mulai naik, yakni Rp 9.000 per kilogramnya. 

Hal yang senada juga disampaikan salah seorang petani lainnya, Ujang, 40 tahun, warga Desa BlangKandis, Kecamatan Bandar Pusaka. Ujang juga mengeluhkan penurunan harga getah karet ini. Dalam 2 hektare lahan kebun karet yang disadap olehnya, ia hanya mendapatkan hasil sekitar Rp 480.000 ribu hingga Rp500.000 ribu per bulan.

"Hasil itu dibagi 2 lagi dengan pemilik kebun, sebab saya hanya mengambil upah. Jadi seminggu saya paling hanya dapat upah sebesar Rp. 240.000 sampai Rp300.000," ujarnya 

Untuk itu, Makmun, Ujang, serta petani karet lainnya sangat berharap kepada pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang agar segera mencarikan solusi melalui dinas terkait, agar kehidupan para petani karet dapat kembali hidup sejahtera.

"Saat ini petani karet berada dalam kondisi himpitan ekonomi. Sedangkan kebutuhan rumah tangga semakin banyak, mulai dari kebutuhan makan hingga kebutuhan untuk anak sekolah," ujarnya. (MHV)

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda