Penyumbang Pendapatan, Dinas ESDM Aceh Terus Bina dan Awasi Pengembangan Sektor Migas
Font: Ukuran: - +
Reporter : Roni
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sektor minyak dan gas bumi (Migas) merupakan sumber potensi energi yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Aceh, sektor ini mampu menyumbang hingga 20 persen Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), terbesar dalam beberapa dekade terakhir sehingga sektor migas menjadi tulang punggung perekonomian wilayah ini.
"Oleh karena itu sektor migas perlu mendapat perhatian lebih agar usaha di sektor ini dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Mahdinur kepada Dialeksis.com, Senin (16/11/2020).
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan namun mempunyai nilai strategis sebagai pembangunan nasional karena minyak dan gas bumi mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai Sumber devisa, sumber energi dan bahan baku industri, di samping itu industri di bidang Migas merupakan industri padat modal, padat teknologi dan memiliki resiko tinggi.
Dinas ESDM Aceh terkait dengan pengelolaan usaha Migas, sesuai dengan tugas dan fungsinya di bidang minyak dan gas bumi yaitu melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan di bidang kegiatan usaha hulu dan hilir minyak dan gas bumi di wilayah Aceh, khususnya kegiatan Migas pada usaha hulu.
"Dalam implementasinya dinas ESDM Aceh berkoordinasi dengan Badan Pengelolaan Minyak Aceh (BPMA) terkait dengan pengelolaan migas di wilayah kerja Aceh, yang dilaksanakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang membutuhkan dukungan pemerintah dalam hal perizinan dan sosialisasi," kata Mahdinur.
Persoalan pengelolaan minyak dan gas di Aceh, lanjutnya, menjadi salah satu isu sejak ditetapkannya undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang kemudian ditetapkan peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2015 tentang pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi di Aceh.
"Atas dasar itu dibentuk Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) yang menggantikan SKK Migas di Aceh, dengan terbentuknya lembaga ini berarti Pemerintah Aceh telah diberikan hak dalam mengelola migas di Aceh," jelasnya.
Aceh Utara diketahui memiliki sumber energi migas yang melimpah, sejak tahun 1968 kegiatan eksplorasi di wilayah ini mulai dilakukan oleh ExxonMobil oil Indonesia Inc corporation, salah satunya di Blok B yang mencakup sejumlah lapangan gas darat, beberapa dekade kemudian Pertamina Hulu Energi mengakuisisi Blok B tepatnya pada 1 Oktober 2015, PHE NSB mengambil alih Blok B seluas 1300 km2 yang berada di Kabupaten Aceh Utara.
Blok NSB terdiri dari 3 lapangan gas darat yaitu Arun Lhokseumawe, Lhoksukon Selatan A dan Lhoksukon Selatan B, Blok NSB ini mulai berproduksi tahun 1977, produksi puncak mencapai 3400 juta ton kaki kubik/hari, produksi gas untuk PHE NSB 65.000.000 kaki kubik/hari, sementara produksi kondensat mencapai 1790 barel/hari, hasil produksi gas Blok B kemudian diolah di fasilitas pengolahan yang berada di Blang lancang Kota Lhokseumawe lalu dipasarkan ke perusahaan pupuk dan kertas serta jaringan gas di Aceh Utara.
1 Oktober 2015 menjadi tanggal penting pengelolaan blok migas di Aceh Utara, saat itu PT Pertamina Hulu Energi mengakuisisi Block North Sumatera Offshore atau NSO, sebelumnya blog ini dikelola ExxonMobil oil Indonesia Inc corporation yang memulai kegiatannya eksplorasi dan produksi migas di Aceh Utara pada tahun 1998, Blok NSO berada di Selat Malaka Provinsi Aceh, blog ini adalah lapangan gas lepas pantai seluas 3633 persegi, sumur eksplorasi NSO tersebut 60 mil dari Pesisir Aceh Timur, blok ini mulai berproduksi tahun 1996 dengan produksi puncaknya mencapai 400000000 kaki kubik/hari.
Dalam upaya memanfaatkan kilang PT Arun yang sudah tidak beroperasi lagi, didirikan PT Perta Arun gas untuk memfungsikan kembali kilang PT Arun sebagai kilang LNG receiving dan regasification Terminal, kilang PT Arun LNG yang dulu sebagai kilang produksi LNG dimodifikasi untuk menjadi kilang LNG receiving dan regasification Terminal yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 9 Maret 2015 sebagai terminal penerima dan regasifikasi LNG.
Untuk mendukung operasional PT Perta Arun gas, Pertamina Persero telah menujuk PT Perta Arun Gas sebagai single operator untuk melakukan kegiatan operasional di kilang LNG receiving hub dan resignation terminal, dari pengiriman gas pertama sampai saat ini, PT Perta Arun gas mampu mencetak laba bersih dan terus meningkat dan telah membuktikan dirinya mampu untuk menghadapi tantangan yang muncul dari dinamika bisnis.
"Usaha eksplorasi dan produksi minyak di Provinsi Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Tamiang sudah cukup lama, keberadaan potensi minyak di kawasan tersebut ditemukan sejak tahun 1941, saat ini kegiatan produksi minyak di daerah tersebut dilakukan oleh PT Pertamina EP asset 1 Rantau field di Kabupaten Aceh Tamiang," ujar Mahdinur.
“Pemerintah Aceh dalam hal ini sangat konsen dan komit, bagaimana sumber daya alam terutama sektor ESDM, kita melihat undang-undang no 11, ada PP 23 untuk migas, hal ini betul-betul bisa kita laksanakan sebagaimana yang sudah diatur dalam aturan tersebut, sehingga bisa bermanfaat untuk masyarakat Aceh,” pungkasnya.