Penggunaan Pukat Harimau Bisa Kena Hukum Adat dan Negara
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sekretaris Jendral Panglima Laot Aceh, Umar bin Abdul Aziz atau akrab disapa Oemardi menegaskan, penggunaan pukat harimau (Trawler) itu sudah melanggar hukum adat sekaligus hukum negara.
Pukat harimau adalah nama alat penangkap ikan yang sering didengar. Pukat harimau seringkali menimbulkan banyak masalah di laut dan beberapa kali diprotes oleh nelayan.
"Jadi bagi yang melanggar akan dikenakan 2 hukum sekaligus baik hukum adat maupun hukum negara. Kalau hukum adat, masyarakat adat setempat bisa memberikan sanksi kepadanya, sedangkan secara hukum negara diserahkan aparat hukum," ujarnya kepada Dialeksis.com, Rabu (29/9/2021).
Oemardi juga menjelaskan bahaya dari penggunaan pukat harimau itu dapat merusak terumbu karang, karena pukat harimau menggunakan pemberat dibawahnya sehingga waktu ditarik atau diseret terumbu karang itu rusak.
"Selain itu, pukat harimau ini menggunakan pukat yang lumayan halus, sampai anak-anak ikan terjaring," katanya.
Lanjutya, Larangan penggunaan pukat harimau itu sudah diketahui oleh seluruh nelayan dan panglima laot di Aceh. Selama ini terdapat beberapa kasus seperti di Meulaboh kemarin, dan itu diproses oleh penegak hukum dan panglima sendiri tidak membela karena dia juga melanggar hukum adat.
Ia menyarankan, agar masyarakat tidak pernah menggunakan pukat harimau, karena laut merupakan tempat berusaha dan mencari nafkah. Kalau lautnya dirusak, berarti secara tidak langsung juga merusak tempat mata pencaharian.
"Menjaga laut itu juga menjaga sumber daya alam yang menjadi andalan utama nelayan, sebenarnya sangat menyedihkan jika nelayan sendiri yang justru merusak laut, justru nelayan harus berada di depan kalau orang lain berani merusak laut," pungkasnya. [ftr/anr]