Pengaruh Narkoba, Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizki
Ketua Umum DPP IKAN, Syahrul Maulidi. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Umum DPP Inspirasi Keluarga Ikatan Narkoba (IKAN), Syahrul Maulidi mengatakan pengaruh narkoba kerap kali menyebabkan terjadinya kekerasan seksual.
Kekerasan seksual merupakan segala tindakan yang dilakukan dengan cara paksa untuk memperoleh kepuasan seksual atau nafsu birahinya tanpa memandang status hubungannya dengan korban.
Syahrul menyampaikan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan seksual diantaranya faktor kelainan seksual, riwayat kekerasan seksual, teknologi, faktor pakaian yang digunakan oleh korban, kurangnya pengawasan oleh orang tua, dan juga karena pengaruh narkoba.
Katanya, penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan peningkatan perilaku agresif, terutama kejahatan seksual.
"Kalau kita lihat berbagai kasus kekerasan seksual selama ini rata-rata para pelaku memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba," ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Minggu (19/12/2021).
IKAN juga pernah menerima laporan beberapa kasus terkait dengan kekerasan seksual yang dilatarbelakangi karena pengaruh narkoba, seperti ayah kandung meniduri anak kandungnya sendiri, suami yang merasa bahagia ketika istrinya ditiduri oleh temannya, remaja putri ditiduri oleh beberapa laki-laki sebaya dalam waktu yang bersamaan bahkan sampai si remaja tersebut hamil, serta ada juga laporan yang ia terima, anak kandung melakukan hubungan intim dengan ibu kandung.
"Ini merupakan beberapa contoh kasus nyata yang kami terima terkait laporan dan aduan dari masyarakat, rata-rata semua dilatarbelakangi akibat penyalahgunaan narkoba," ujarnya.
Tidak hanya itu, ia juga menyebutkan, ada beberapa jenis narkoba yang dapat menstimulasi hasrat seksual diantaranya sabu, ekstasi, ganja, dan kokain.
"Para pengguna jadi berani melakukan hubungan seks tanpa memikirkan resiko yang mungkin terjadi," jelasnya lagi.
Hal tersebut dikatakan karena sabu dan ekstasi meningkatkan pelepasan neotransmitter dopamin di dalam otak, yang kemudian merangsang perilaku seksual dan mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk mengontrol perilaku seksual.
Ia menambahkan, untuk menghindari semakin meningkatnya kekerasan seksual maka harus ada upaya pencegahan dari masyarakat semua.
Lanjutnya, peran orang tua terutama harus melakukan pengawasan terhadap pergaulan anak walaupun dengan orang terdekat.
"Perhatikan cara berpakaian anak jangan sampai memakai pakaian yang memperlihatkan bentuk aurat, pilih teman bergaul yang baik dan sehat serta yang paling penting adalah tingkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah Swt," imbuhnya.
Namun terkait sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di Aceh, ia tidak bisa katakan bahwa Aceh sudah darurat kekerasan seksual atau belum. Akan tetapi, jika ia lihat berdasarkan hasil kalkulasi data dari institusi sepanjang Januari s.d. September tahun 2021, sudah terjadi sebanyak 355 kasus kekerasan seksual terhadap anak.
"Kalau kita lihat dari data sudah mengerikan terkait perkembangan kasus kekerasan terhadap anak di Aceh," jelasnya.
"Kalau sudah kondisi seperti ini, namun pemerintah Aceh dan seluruh lembaga terkait terutama penegak hukum tidak segera melakukan tindakan dan langkah-langkah strategis terkait masalah ini, maka tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti Aceh akan berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual, Na'uzubillah," pungkasnya. [AU]