kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Penganggaran Dana Desa di Aceh Sejak Pandemi Dinilai Tak Ideal

Penganggaran Dana Desa di Aceh Sejak Pandemi Dinilai Tak Ideal

Sabtu, 30 Oktober 2021 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Ketua Apdesi Aceh, Muksalmina. [Foto: IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Terkait realisasi dana desa tahun 2021 sampai posisi 27 Oktober 2021, sudah mencapai Rp 4,2 triliun, atau sebesar 84 persen, dari pagunya Rp 4,9 triliun. Namun dengan cakupan realisasi sebesar itu apakah sudah efektif penggunaan dana desa terhadap pemberdayaan masyarakat desa.

Menanggapi hal itu, Ketua DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Aceh, Muksalmina mengatakan realisasi dana desa sejak 2 tahun terakhir banyak perubahan tak seperti tahun sebelum pandemi.   

"Selama pandemi, yang terjadi di desa-desa itu harus banyak mengubah perencanaan di pemerintah Desa yaitu ada refocusing anggaran, pertama ada kewajiban menyalurkan bantuan BLT dan itu menguras banyak anggaran. Tahun 2021 adanya dana 8 persen dari alokasi dana desa yang diterima oleh setiap desa itukan harus diserahkan untuk menangani Covid-19 ," jelasnya kepada Dialeksis.com, Sabtu (30/10/2021).

Lanjutnya, selama 2 tahun terakhir, Pemerintah Desa itu apalagi yang jumlah penduduk lumayan banyak dimana pagu anggaran itu tidak terlalu signifikan, jaraknya itu memang hampir 80 persen itu terpakai untuk BLT.

Muksalmina mengaku realisasi dengan cakupan yang sebesar itu tentu belum ideal atau normal, bahkan kondisi itu bisa dikatakan sebuah stagnasi.

"Mau tidak mau harus melupakan dulu semua perencanaan jangka panjang setiap desa mungkin ada yang sudah merencanakan dari tiga sampai satu tahun yang lalu, Tiba-tiba harus memfokuskan semua tenaga untuk semua penanganan pandemi Covid-19 ini," ungkapnya.

Ia menambahkan, setelah 2022 nanti disaat kondisi sudah mereda, ia meminta semua pihak pemerintah desa untuk kembali kepada fokus utama, untuk memastikan lahirnya lebih banyak lagi desa-desa mandiri secara ekonomi, walaupun hari ini sudah ada namun persentase sangat kecil.

"Tahun 2020 lalu sampai harus merubah ABPdes hampir 3 kali perubahan, regulasi itu benar-benar membuat kondisi tidak nyaman untuk Pemerintah Aceh apalagi masyarakat desa serta kepala desa," jelasnya.

Muksalmina berharap, setelah pandemi berakhir semua pihak yang berperan dalam keberlangsungan pemerintahan desa untuk membahas arah perubahan perencanaan pembangunan di desa lebih ke arah penguatan ekonomi masyarakat.

"Butuh keseriusan yang lebih lagi kepada pemerintah Daerah dalam hal penyediaan pasar, Pemdes bisa saja menganggarkan anggaran untuk biaya-biaya ekonomi produktif termasuk di agrobisnis dan industri dan sebagainya tapi tanpa didukung oleh pasar maka ini akan sia-sia," ungkapnya.

"Jadi harus ada langkah bersama dan konkret dan komprehensif dari kita semua termasuk pemerintah Daerah dan dinas-dinas terkait," Lanjutnya.

Apdesi Aceh akan mendorong Pemerintah Desa itu untuk menganggarkan kedepan program-program ekonomi produktif tetapi tanpa jaminan pasar nanti akan menimbulkan sikap apatis lagi dari masyarakat karena itu selama ini terjadi.

"Contoh program penanaman jagung, kedelai dan lainnya. Masalah yang terjadi kemudian ketika panen, Apdesi sebenarnya ingin mengajak juga badan usaha milik daerah kabupaten Kota untuk menjadi ruang pasar bagi desa, walaupun ada Bumdes namun masih sangat kecil di Aceh dan masih sangat terbatas," kata dia.


Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda