Beranda / Berita / Aceh / Pengamat Minta Pemko Banda Aceh Tangani Penggusuran Secara Komprehensif

Pengamat Minta Pemko Banda Aceh Tangani Penggusuran Secara Komprehensif

Kamis, 04 Februari 2021 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Pengamat Kebijakan Publik, Dr Nasrul Zaman. [For Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pada bulan Desember 2020, lapak pedagang kuliner di Kawasan Simpang Mesra, Kota Banda Aceh di bongkar petugas Satpol PP WH.

Kebijakan pengusuran itu diinisiasikan karena bangunan lapak pedagang tersebut didirikan di atas tanah milik negara.

Pengamat Kebijakan Publik, Dr Nasrul Zaman mengatakan, sebuah pengambilan keputusan harus ditangani secara komprehensif.

Ia membenarkan pendirian bangunan di atas tanah negara telah menyalahi aturan, akan tetapi para pedagang di sana juga telah berusaha lama atau mencari penghidupan di sana.

"Meskipun demikian, memang kita akui warga melanggar aturan tetapi sebagai pemerintah, tidak boleh dengan serta merta mengambil kebijakan, harus ada upaya yang baik bagi masyarakat, misalkan memberi tempat usaha baru bagi mereka, dan mengedukasi mereka juga," ujar Dr Nasrul saat dihubungi Dialeksis.com, Kamis (4/2/2021).

Ia menyarankan Pemerintah Kota Banda Aceh, untuk membuka pasar-pasar kuliner baru sesuai dengan karakteristik masing.

Misalnya, kata dia, seperti kuliner jenis ikan bakar, maka kuliner-kuliner yang sejenis harus berada di satu kawasan yang sama agar peminat atau pelanggan tetap terus ada dan tahu harus mencari kemana.

"Jadi, dibuat yang khusus-khusus begitu, sehingga pelanggannya tetap ada. Kalau nggak disiapkan yang seperti itu pelanggannya akan hilang," jelas Dr Nasrul.

Selain itu, Dr Nasrul meminta Wali Kota Banda Aceh untuk mensosialisasikan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) hingga ke aparatur desa.

Hal tersebut ia sampaikan supaya kepala desa menumbuhkan rasa kesadaran untuk mengimbau warga agar tidak berjualan di tanah-tanah milik negara.

"Kalau Geuchik nggak tau RTRWA itu, maka ia izinkan semua orang berjualan di sembarang tempat," kata dia.

Sebelumnya, Dialeksis.com telah mewartakan kekecewaan salah satu pengusaha kuliner ikan bakar di kawasan tempat penggusuran itu. Ia mengaku kecewa karena Pemerintah Kota Banda Aceh tetap menggusur tempat usahanya meskipun dirinya telah membayar pajak senilai Rp9 Juta per tahun.

Menanggapi itu, Dr Nasrul Zaman mengatakan, warga yang berjualan di sana tidak bersalah. Karena mereka membayar pajak dalam artian pedagang-pedagang itu telah menganggap diri mereka tidak ilegal lagi.

Namun, kata Nasrul, yang menjadi acuan dasar kenapa pajak itu diambil oleh pimpinan Kota Banda Aceh masih ambigu, karena tanah tersebut adalah tanah milik negara. Kemudian, warga yang menetap di sana juga menganggap dirinya sudah aman dengan membayar pajak.

Oleh karena itu, Pengamat Kebijakan Publik itu menyarankan agar Pemerintah Kota Banda Aceh juga mensosialisasikan peraturan retribusi yang berlaku di wilayah kota terutama bagi aparatur desa dan para warga.

Ia juga mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat baik Pemerintah Kota Banda Aceh, aparatur desa dan para warga untuk mentaati aturan Qanun RTRWA dan aturan retribusi yang benar sesuai amanat per Undang-Undangan dan Qanun Aceh.

"Mari sama-sama pemerintah dan masyarakat mematuhi rencana tata ruang itu, karena itu bukan diperuntukkan bagi satu atau dua orang, tetapi untuk masyarakat Kota Banda Aceh secara umum," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda