kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pengamat Ekonomi; Harus Ada Kelonggaran Masa Pemberlakukan Qanun LKS

Pengamat Ekonomi; Harus Ada Kelonggaran Masa Pemberlakukan Qanun LKS

Minggu, 09 Agustus 2020 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Rustam Effendi, pengamat ekonomi, Dosen  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala. (foto/dok)


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh- Pembahasan tentang Lembaga keuangan syariah di Aceh masih hangat dibicarakan. Pemda Aceh melalui qanun sudah menetapkan berlakunya Bank Syariah. Beragam pendapat bermunculan.

Sebelumnya ketua Kadin Aceh, Makmur Budiman mengusulkan agar ada dua model bank di Aceh, konvensional dan syariah : Baca berita Aceh sebaiknya memiliki dua model bank.

Disusul Rektor Unimal mengulas bagaimana bank syariah di Aceh, Prof. Afridar mengulas soal manfaatnya bank syariah dan keinginan rakyat Aceh,  Islam secara kaffah. Baca berita : Bank Syariah Memperkecil Jurang Antara si Kaya dan Simiskin.

Bagaimana menurut pendapat pengamat ekonomi? Dialeksis.com mewawancarai pengamat ekonomi Aceh Rustam Effendi, yang sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Minggu (09/08/2020) via selular.

Menurut Rustam, secara syariat memang bank syariah bagian rangkaian dari langkah-langkah menuju kehidupan yang kaffah. Tidak ada yang salah dengan niat mulia ini.

Namun, sebut Rustam, dalam konteks dunia perbankan dengan kompleksitas konektivitas dan implikasinya yang sistemik, tentu tidak sesederhana seperti yang dituangkan dalam qanun. Apalagi dikaitkan dengan kepentingan dunia usaha.

“Mengapa, karena kita menganut ekonomi terbuka yang terkoneksi dengan dunia usaha di luar daerah dan nasional. Ada pengusaha yang beraktivitas bisnis termasuk ekspor-impor yang semuanya terhubung dengan kalangan bank yang non syariah. Tentu ini tidak mudah,” sebut Rustam.

Pada tahun 2015, saat Gubernur Aceh dijabat Zaini Abdullah,Rustam mengakui dia sudah menyuarakan disebuah media berpengaruh di Aceh tentang rencana sebuah bank daerah yang ingin menuju ke bank syariah secara total, setelah sebelumnya memiliki dua sistem (konvensional dan syariah).

“ Saya bersikukuh agar di "spin off" dulu. Nanti setelah sekian tahun baru disatukan secara total. Tapi, suara saya tidak didengar. Padahal, saya sudah prediksi kesulitan yang akan timbul, persis sseperti yang terjadi sekarang ini,” sebutnya.

Menurut Rustam, Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) itu bagus. Hanya jangka waktu penerapannya yang diarahkan begitu singkat, itu yang jadi persoalan. Terkesan tidak didasari oleh sebuah kajian yang mendalam.

“Setidaknya butuh waktu 5-10 tahun kedepan jika memang ingin menerapkan secara total. Apalagi daerah Aceh masih sangat rendah kemandirian dibidang ekonomi. Hampir semua aktivitas terkoneksi dengan daerah luar,” jelasnya.

Sementara di daerah luar banyak pelaku usahanya, terutama pihak korporasi cenderung masih belum sepenuhnya menggunakan perbankan syariah. Rasanya sulit jika pengusaha lokal (Aceh) dapat memaksa mereka untuk menggunakan bank serupa dengan yang di Aceh. Hampir dapat dipastikan posisi pengusaha lokal akan inferior.

“Situasi yang seperti ini dipastikan akan membuat ruang gerak bisnis dan jangkauan pengusaha lokal menjadi terbatas. Dengan kemandirian ekonomi yang masih rendah dan ketergantungan ekonomi yang masih sangat tinggi pada daerah-daerah lain, dipastikan akan menyulitkan jika transaksi ekonomi hanya sepenuhnya bersandar pada bank syariah. Ingat, ekonomi kita bukan ekonomi tertutup, tetapi ekonomi terbuka,” sebut dosen ini.

Menurut Rustam, para penentu kebijakan sudah seharusnya mempertimbangkan problema, termasuk apa yang disuarakan oleh pelaku usaha, eksportir, importir, pedagang, dan pemanfaat jasa perbankan yang ada di daerah ini. Masih ada waktu walau sangat singkat.

“Apalabila nanti akan menuju ke sistem syariah secara total, mungkin perlu diberi kelonggaran waktu setidaknya 5-10 tahun lagi agar tidak menimbulkan kesulitan dunia usaha dan memerangkap ekonomi Aceh dalam gerakan yang terbatas,” sebutnya.

Sebaiknya, menurut Rustam, Pemerintah Aceh, termasuk DPRA dan Forkopimda perlu duduk dan membahas hal ini dengan para ulama dan tokoh cendekiawan. Dengan demikian, dapat dicarikan jalan tengah.

Misalnya, memberi kelonggaran masa pemberlakuan Qanun LKS dengan melakukan sedikit perubahan pasal tertentu. Ini penting demi untuk kepentingan daerah, termasuk bagi kalangan dunia usaha yang telah berperan penting selama ini dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi putra-putri Aceh.

“Jika para pelaku dunia usaha mengalami kesulitan pasti akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi, banyak sektor ekonomi yang terhambat gerakannya, dan ujung- ujungnya akan berpeluang menambah pengangguran dan kemiskinan,” kata Rustam. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda