Beranda / Berita / Aceh / Prof Apridar: Bank Syariah Itu Memperkecil Jurang Sikaya dengan Simiskin

Prof Apridar: Bank Syariah Itu Memperkecil Jurang Sikaya dengan Simiskin

Jum`at, 07 Agustus 2020 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Prof. Dr. Apridar. [Foto: Humas Unimal]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bank syariah itu adalah bank yang memperkecil jurang si kaya dengan si miskin. Kalau ada yang menyebutkan dengan adanya bank syariah, lalu para pengusaha, pemodal, memindahkan uangnya keluar Aceh, itu ditiupkan oleh orang-orang sekuler.

"Buktinya masyarakat menyambut baik berdirinya bank syariah. Masyarakat Aceh itu ingin totalitas syariah," sebut Prof Dr Apridar, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unimal menjawab Dialeksis.com, Kamis (06/08/2020) via selular sehubungan menghangatnya pembicaraan soal bank di Aceh yang kini sudah diberlakukan konsep syariah.

Menurut Apridar, masyarakat Aceh itu ingin benar-benar menikmati pelayanan syariah yang betul-betul syariah. Yang istilahnya kalau menjadi islam adalah islam yang kaffah. Makanya enggak ada uang yang lari keluar daerah, karena pengusaha yang penting keamanan. Mereka butuh kenyamanan, jadi bukan masalah syariah.

"Kalau dibilang anti syariah nggak, cuma orang tertentu saja, satu dua orang, khususnya orang yang menggembar-gemborkan lari keluar daerah. Sebenarnya itu tidak ada, sebenarnya semua orang kepingin yang syariah, supaya dia lebih tenang," jelas Prof Apridar.

Sebenarnya konsep syariah itu yang baik, cukup fleksibel. Namun dibebankan dengan biaya-biaya sehingga terkesan ia tidak fleksibel. Dengan kalimat lain ia tidak efisien. Itu yang perlu dijaga, terang Prof Apridar. 

Prof Apridar menjelaskan, konsep syariah yang baik itu jika dijalankan dengan ketentuan syariah yang sebenarnya, makan proses pertumbuhan ekonomi akan lebih baik.

"Karena konsep syariah itu membangun perekonomian, membangun kebersamaan, membangun kesejahteraan bersama. Beda dengan konsep konvensional. Kalau konvensional. Siapa pemilik modal, itu yang lebih optimal," sebutnya.

"Ini yang harus kita garis bawahi, terkadang orang tidak paham akan ketentuan utamanya maupun makna harfiah yang sebenarnya. Dia tidak paham sehingga dia larikan uangnya ke luar daerah," tuturnya. 

Ada juga pengelola bank syariah yang dia tidak paham benar tentang konsep syariah, yang penting dia mengambil labelnya saja. Sehingga ketika pelaksanaan tidak seperti syariah, seakan-akan itu syariah.

"Semua itu kita sudah kaji. Tim syariah pernah melakukan kajian, sebenarnya dengan konsep ekonomi syariah itu untuk mempercepat proses pertumbuhan perekonomian. Dia akan memperkecil jurang si kaya dengan si miskin," jelasnya.

Menurutnya, konsep syariah itu membangun perekonomian secara bersama-sama. Kalau si pengusahanya untung, banknya juga untung. Makanya bank akan melakukan pengkajian seoptimal mungkin. Ketika diberikan pembiayaan kepada usaha yang benar-benar usaha.

"Bukan sekedar mengambil administrasinya saja. Kadang-kadang sering dipraktekan pembiayaan untuk bagi hasil, tapi justru yang dilakukan pembiayaan biasa. Inikan beda, hal-hal begitu yang saya lihat yang terjadi," jelasnya lebih jauh.

Tetapi untuk saat ini, tambahnya, kita tidak mempersoalkan hal tersebut yang penting jalan dulu. Ketika berjalan terjadi evaluasi. Hasil evaluasi, banyak bank-bank yang belum menjalankan ketentuan sesuai dengan syariah. Namun secara perlahan-lahan akan menuju kepada konsep syariah yang sebenarnya. Makanya itu yang kita tunggu.

"Kalau saya berpendapat itu yang harus kita dorong dan pemerintah benar-benar mendorong ke arah konsep syariah, yang benar-benar syariah yang kaffah," jelasnya.

Dengan isu sekarang yang berkembang bahwa para pemodal atau pengusaha akan menarik modalnya dari Aceh secara besar-besaran, pendapat saya tidak akan terjadi secara massif. Kalaupun terjadi itu hanya kecil, itu yang perlu kita pahami. Kenapa saya berani mengatakan tidak terjadi secara massif atau besar-besaran, kecuali dilakukan dimana orang itu ideologinya tidak syariah, sebut Prof Apridar.

Dia memang memperjuangkan ideologis konvensional, ataupun ideologisnya riba. Kalau dia orang yang berpikir memperjuangkan riba, ya sudah pasti. Namun dia enggak berani menyatakan atau mendengungkan konsep ribawi. Namun dia mendengungkan dengan konsep yang lain.

Misalnya dia dengungkan pengusaha akan membawa lari uangnya keluar, itukan kalimat-kalimat yang sebenarnya menantang konsep syariah secara tidak langsung. Itu ada juga di kalangan kita melakukan hal-hal yang demikian, jelasnya.

"Ada juga yang mendengungkan sebaiknya di Aceh dua model bank. Menurut saya, karena kita pilot projectnya syariah, kita tidak tawarkan dua konsep, namun harus kita tawarkan konsep syariah. Nanti bisa kita bandingkan, kondisi perekonomian dengan konsep syariah dan kondisi dengan tidak menggunakan konsep syariah, boleh kita lihat nanti keunggulanya," kata Guru Besar yang pernah menjabat sebagai Rektor Unimal selama dua periode.

Namun, tambahnya, ini yang perlu menjadi catatan. Kalau ingin menerapkan konsep syariah harus totalitas. Jadi jangan hanya konsepnya untuk transaksi ekonomi. Moralnya juga harus dikedepankan, karena konsep syariah itu, garda terdepan perekonomian berada pada etika moral. Itu yang pertama yang harus dibentuk.

"Ini yang harus ditegaskan, bank-bank itu jangan hanya memikirkan bisnisnya yang optimal, bisnisnya yang menguntungkan. Namun dia harus membangun suatu perekonomian dengan mengedepankan etika moral. Itu yang utama," harap Prof Apridar.

Jadi dalam ekonomi syariah, kejujuran itu adalah kunci utama. Jangan dianggap urusan perilaku tidak masuk. Di dalam bisnis ini, dalam syariah harus itu yang menjadi persyaratan utama, jelasnya. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda