kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Penangkapan Teroris di Aceh, Begini Pandangan Al Chaidar

Penangkapan Teroris di Aceh, Begini Pandangan Al Chaidar

Sabtu, 23 Juli 2022 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Fatur

Pengamat terorisme, Al Chaidar. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap 13 tersangka teroris di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam pada Jumat (22/7/2022).  

Kepala Biro Penerangan (Karopenmas) Polri, brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan bahwa para tersangka merupakan pendukung Jemaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Dia menjelaskan, dari total 13 orang orang tersangka itu, 11 diantaranya merupakan diduga terafiliasi dengan kelompok jaringan terorisme JI, sementara dua tersangka lainnya berasal dari kelompok JAD.

Al Chaidar, Pengamat Terorisme mengatakan, penangkapan beberapa orang yang diduga teroris tergabung dalam JAD dan JI.

“Namun yang paling banyak ditangkap tergabung dalam JI daripada JAD,” sebutnya kepada Dialeksis.com, Sabtu (23/7/2022).

Menurutnya, ini merupakan situasi pasca perang, ketika masuk dalam situasi damai memang banyak yang tidak mau move on atau berpindah ke politik yang damai atau ada yang merasa tidak puas dengan perdamaian tersebut.

“Situasi ini hampir sama dengan Aceh di tahun 1913, jadi ada gangguan mentalitas yang serius yang dimana kita akui hal tersebut memang ada, bahkan kita ketahui bersama terkait MoU Helsinki juga banyak tidak setuju,” sebutnya.

Menurutnya, hal tersebut juga tidak lepas dari harapan besar dimana ketika Aceh sudah berdamai yang tertuang dalam MoU Helsinki, Aceh akan merdeka, sejahtera dan sebagainya.

Dirinya juga mengatakan, sebelumnya di tahun silam (Beberapa tahun kebelakang_Red), bahkan kelompok Al-Qaeda juga datang ke Aceh karena melihat adanya potensi Kombatan atau Petempur.

“Hal tersebut juga sama ketika kelompok-kelompok terorisme melihat wilayah timur tengah dan berharap orang-orang Yaman direkrut, dan Aceh juga ditargetkan oleh banyak pihak kelompok-kelompok terorisme, seperti JAD, ISIS,” sebutnya.

Lanjutnya lagi, ketertarikan itu tak lepas dari sejarah konflik yang ada di Aceh yang sangat mendalam. Hal itu dianggap oleh mereka (Kelompok terorisme), bahwa orang-orang Aceh itu siap tempur.

Menurutnya lagi, jika hal tersebut dikaitkan bahwa Aceh merupakan wilayah Otonom dan berlaku hukum Syariat Islam, hal itu dapat berpengaruh juga, tapi sangat kecil sekali kemungkinannya.

Namun hal itu dianggap oleh kelompok-kelompok teroris sebagai daerah yang Kaffah memberlakukan hukum syariat Islam dan sangat kecil sekali pengaruhnya.

“Justru pemberlakuan syariat islam itu membuat gerakan-gerakan terorisme tidak signifikan, karena Aceh sendiri sudah setengah merdeka, jadi tidak bisa dikaitkan sebagai daerah Darul Harbi atau daerah/Kawasan perang,” jelasnya.

Ia juga menyarankan kepada masyarakat Aceh memahami dan memperdalam ilmu agama agar terhindar dari ajakan dan ajaran negatif tersebut.

“Kelompok-kelompok terorisme dalam hal ini harus dipahami oleh orang-orang Aceh, bahwa selama ini banyak orang yang direkrut adalah orang-orang yang tidak begitu punya pemahaman yang memadai terkait agama, sehingga mudah sekali dipengaruhi oleh kelompok-kelompok terorisme,” pungkasnya. [ftr/bna]


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda