Pemulihan Pembelajaran Pasca Pandemi, Pemerintah Siapkan Kurikulum Prototipe 2022
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Ilustrasi. [Foto: Republika/Putra M. Akbar]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo mengatakan, sekolah dapat menggunakan kurikulum prototipe sebagai alat untuk melakukan transformasi pembelajaran.
Kurikulum prototipe tidak disebut sebagai Kurikulum 2022 karena pada tahun 2022 sifatnya opsional. Kurikulum prototipe hanya akan diterapkan di satuan pendidikan yang berminat untuk menggunakannya sebagai alat untuk melakukan transformasi pembelajaran.
Kurikulum itu dinilai lebih fleksibel pada jenjang SMA, nantinya tidak diberlakukan lagi program peminatan jurusan seperti sebelumnya yakni IPA IPS ataupun Bahasa.
Kepala Bidang Pembinaan SMA dan Pendidikan Khusus Layanan Khusus (PKLK) Dinas Pendidikan Aceh, Hamdani mengatakan berdasarkan riset menunjukkan bahwa pandemi menimbulkan kehilangan pembelajaran (learning loss) literasi dan numerasi yang signifikan.
"Sebelum pandemi, kemajuan belajar selama satu tahun (kelas 1 SD) adalah sebesar 129 poin untuk literasi dan 78 poin untuk numerasi. Setelah pandemi, kemajuan belajar selama kelas 1 berkurang secara signifikan (learning loss)," jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Jumat (24/12/2021).
Untuk itu, lanjutnya, sebagai bagian dari mitigasi learning loss, sekolah diberi opsi untuk menggunakan kurikulum yang disederhanakan agar dapat berfokus pada penguatan karakter dan kompetensi mendasar.
"Kurikulum prototipe diberikan sebagai opsi tambahan bagi satuan pendidikan untuk melakukan pemulihan pembelajaran selama 2022-2024. Kebijakan kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024 berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran," jelasnya lagi.
Ia menambahkan, kurikulum prototipe mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Kurikulum prototipe memiliki beberapa karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran:
Pengembangan soft skills dan karakter (akhlak mulia, gotong royong, kebinekaan, kemandirian, nalar kritis, kreativitas) mendapat porsi khusus melalui pembelajaran berbasis projek.
Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Karakteristik Kurikulum Prototipe di SMA, SMK, dan SLB (dan yang sederajat)
Jenjang SMA, kurikulum prototipe dinilai lebih fleksibel untuk disesuaikan dengan minat siswa, karena pilihan pada level mata pelajaran (bukan program peminatan/ penjurusan). Di kelas 10 pelajar menyiapkan diri untuk menentukan pilihan mata pelajaran di kelas 11. Mata pelajaran yang dipelajari serupa dengan di SMP.
Di kelas 11 dan 12 pelajar mengikuti mata pelajaran dari Kelompok Mapel Wajib, dan memilih mata pelajaran dari kelompok MIPA, IPS, Bahasa, dan Keterampilan Vokasi sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.
Pembelajaran berbasis projek untuk penguatan profil Pelajar Pancasila dilakukan minimal 3 kali dalam satu tahun ajaran, dan pelajar menulis esai ilmiah sebagai syarat kelulusan.
Untuk pelajar SMK, kurikulum Prototipe menjadikan dunia kerja dapat terlibat dalam pengembangan pembelajaran. Struktur lebih sederhana dengan dua kelompok mata pelajaran, yaitu Umum dan Kejuruan. Persentase kelompok kejuruan meningkat dari 60% ke 70%.
Penerapan pembelajaran berbasis projek dengan mengintegrasikan mata pelajaran terkait. Praktek Kerja Lapangan (PKL) menjadi mata pelajaran wajib minimal 6 bulan (1 semester). Pelajar dapat memilih mata pelajaran di luar program keahliannya.
Alokasi waktu khusus projek penguatan profil pelajar Pancasila dan Budaya Kerja untuk peningkatan soft skill (karakter dari dunia kerja).
Sedangkan untuk SLB, capaian pembelajaran pendidikan khusus dibuat hanya untuk yang memiliki hambatan intelektual. Untuk pelajar di SLB yang tidak memiliki hambatan intelektual, capaian pembelajarannya sama dengan sekolah reguler yang sederajat, dengan menerapkan prinsip modifikasi kurikulum.
Sama dengan pelajar di sekolah reguler, pelajar di SLB juga menerapkan pembelajaran berbasis projek untuk menguatkan Pelajar Pancasila dengan mengusung tema yang sama dengan sekolah reguler, dengan kedalaman materi dan aktivitas sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pelajar di SLB. [anr]