Pemilu 2024 Makin Dekat, Siapkah Partai dengan Calegnya?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizky
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pendaftaran bakal calon anggota legislatif (Caleg) untuk Pemilu 2024 paling lambat akan dibuka pada tanggal 1 sampai dengan 14 Mei 2023. Merujuk ke landasan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menerima daftar bakal caleg (bacaleg) sembilan bulan sebelum pemungutan suara yakni pada 14 Mei 2023.
Pihak KPU sendiri beberapa waktu lalu telah mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 tahun 2024 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. PKPU ini menjadi pedoman dan landasan administratif bagi pencalonan legislatif pada Pemilu 2024 baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga DPR RI.
Berbicara jelang Pemilu 2024, ada deadline atau tenggat waktu yang diberikan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh agar Partai Politik, baik Partai Nasional maupun Partai Lokal khususnya di Aceh memberikan daftar usulan caleg di tanggal 24 April.
Ternyata tidak mudah mencari caleg atau kader dalam partai itu sendiri. Ada beberapa catatan serius yang disampaikan oleh Pendiri Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Aryos Nivada, dalam video kanal Youtube Jalan Ary Official yang dikutip Dialeksis.com, Kamis (27/4/2023).
Ia menyebutkan, bagi parpol yang kuat kaderisasinya dan teruji, dia tidak akan susah untuk memenuhi kebutuhan itu. Tetapi bisa juga punya problem ketika membutuhkan kuota 30% caleg dari perempuan.
"Tingkat partai nasional aja susah mencari caleg, apalagi parlok atau partai baru lainnya. Selain daripada kaderisasi, yang perlu dicermati adalah pola rekrutmen tidak benar-benar dapat dipertahankan atau terus bekerja untuk mencari calon-calon yang berpotensial sebelum hadir Pemilu 2024," ucapnya.
Jadi, ada proses kegagalan dalam mempersiapkan semuanya. Seharusnya disiapkan jauh-jauh hari. Kenapa ada juga partai yang kekurangan caleg? Ya karena tidak ada trust dalam menjual apa yang ada di dalam partai itu sendiri sehingga tidak diminati.
Bisa jadi rekam jejaknya yang belum teruji atau struktur partainya bukan orang yang memiliki pengaruh yang kuat. Ketika dihadapkan pada hal tersebut yang terjadi adalah menempatkan nama yang diusulkan oleh partai hanya agar lolos administrasi oleh KPU.
"Kondisi ini miris, bisa saja nama-nama yang diusulkan itu ngak jelas secara kapasitasnya," katanya.
Jadi, stigma negatif akan dialamatkan oleh partai ketika salah atau asal mencomot nama yang dicalonkan tersebut. Mungkin nanti bisa saja juga rekam jejaknya orang yang bermasalah, berpendidikan rendah, atau lain sebagainya.
Stigma negatif itu akan merusak citra partai itu sendiri, artinya fungsi dalam menjaring caleg itu tidak berjalan. Ada dua hal yang dihadapi hingga saat ini. Pertama, kebutuhan caleg yang memang memenuhi hanya sebatas nama yang diusulkan oleh partai dan kedua kebutuhan kuota khusus perempuan ini.
Di sisi yang sama, ia juga melihat, perempuan cenderung tidak peduli dalam partisipasi politik, sehingga kebutuhan caleg perempuan semakin susah. Hanya ada beberapa partai yang bisa memenuhi kebutuhan caleg perempuan, seperti PKS, Demokrat, Golkar, dan beberapa lainnya.
"Mereka punya nilai tawar baik, sehingga berhasil melakukan kaderisasi, selebihnya partai lain hanya mencomot namanya saja," ujarnya.
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan partai, diantaranya bagaimana partai itu hidup untuk pendidikan-pendidikan politik.
"Mampu mensosialisasi partainya sehingga orang-orang punya trust terhadap partai tersebut, mulai dari kaderisasinya yang kuat, strukturnya bagus atau nilai tawarnya baik," tandas pendiri JSI tersebut. [AU]