Pemerintah Aceh Yudicial Review Dasar Izin PT. EMM
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Aceh, M. Jafar, menyebutkan pemerintah Aceh akan melakukan upaya hukum yaitu mengajukan Yudicial Review atau uji materi terhadap Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2015 ke Mahkamah Agung. Hal tersebut merupakan upaya pemerintah Aceh agar Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan Koordinasi Penanaman Modal mencabut izin PT. Emas Mineral Murni.
Upaya Yudicial Review terhadap peraturan menteri itu diambil karena Permen ESDM Nomor 25 tahun 2015 yang menjadi dasar diterbitkannya izin PT. EMM oleh BKPM dianggap melanggar Undang-undang Pemerintah Aceh. Di mana, seharusnya izin tambang di Aceh dikeluarkan oleh pemerintah Aceh.
"Dalam Peraturan Menteri itu Aceh tidak dikecualikan dan itu melanggar UUPA," kata M. Jafar, yang juga Ketua Tim Percepatan Sengketa PT.EMM dalam konferensi pers di Media Center Biro Humas Setda Aceh, Kamis 18/07.
Sebelumnya, pemerintah Aceh telah melakukan berbagai upaya agar izin PT. EMM bisa dicabut. Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah telah menjumpai Menteri ESDM hingga menyurati BKPM. Kedua lembaga itu sepakat dengan Plt Gubernur Aceh, yaitu menolak sesuatu hal yang mengakibatkan rusaknya lingkungan.
Dalam surat itu, Plt Gubernur meminta BKPM meninjau kembali izin yang diberikan kepada PT. EMM. "Surat itu dibalas, isinya mereka tidak bisa meninjau atau mencabut dengan alasan gugatan atas PT. EMM belum inkrah," kata Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Amrizal J. Prang.
Amrizal menyebutkan upaya pemerintah Aceh sudah sangat maksimal, di mana, Plt Gubernur telah mencabut surat rekomendasi pemerintah Aceh yang diberikan gubernur sebelumnya termasuk meminta BKPM mencabut izin. Namun demikian, pemerintah, hanya bisa mencabut rekomendasi izin, bukan mencabut izin. "Izin itu hanya boleh dicabut oleh lembaga yang mengeluarkan izin atau dibatalkan pengadilan," kata Amrizal.
Sebelumnya, paska demontrasi mahasiswa, Plt Gubernur langsung membentuk tim untuk menindaklanjuti permintaan para mahasiswa tersebut. Tim tersebut terdiri dari pejabat pemerintah Aceh, Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala DPMPTSP Aceh, Akademisi Unsyiah, UIN ar-Raniry dan Unimal, praktisi dan pegiat LSM.
Selain itu, pemerintah Aceh juga telah melakukan upaya lain, yaitu melakukan pertemuan dengan Komisi II DPR Aceh. DPR Aceh juga sepakat agar pemerintah pusat bisa mengkaji kembali perizinan PT. EMM. Dalam waktu dekat mereka juga akan menggelar pertemuan dengan anggota DPR dan DPD RI di Jakarta, sehingga permintaan pencabutan izin bisa dilakukan secara paralel dan bersama-sama.
Dalam waktu dekat, tim pemerintah Aceh juga akan melakukan survei lansung ke lapangan di Nagan Raya, lokasi penambangan PT. EMM. Tim akan menjaring aspirasi warga termasuk kemungkinan adanya kerugian yang dialami warga atas hadirnya perusahaan pertambangan itu di wilayah warga.
Jika tim menemukan dampak negatif atas kehadiran PT. EMM di kawasan wilayah pertambangan, tim akan melakukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri. "Tapi ini butuh waktu lama. Perlu data lapangan. Saat ini sedang kita kaji dan penyiapan data," ujar M. Jafar.
Salah satu contoh dampak negatif misalnya, ditemukan pencemaran air yang berdampak matinya ikan di sungai-sungai kawasan pertambangan. Namun kaya Jafar, temuan tersebut haruslah diuji di laboratorium hingga penyebab matinya ikan di sana memang disebabkan oleh kehadiran perusahaan. "Kalau ada dokumen dan pelanggaran itu bisa jadi bahan dan bukti kuat bagi tim untuk melakukan gugatan," kata Jafar.
Yang pasti, kata Jafar pemerintah tetap berharap izin tersebut dicabut. "Kalau gubernur dulu yang mengeluarkan izin pasti pak gubernur sekarang akan langsung mencabutnya." []