Beranda / Berita / Aceh / Jang-Ko: Gubernur Aceh Harus Lakukan Moratorium Pertambangan

Jang-Ko: Gubernur Aceh Harus Lakukan Moratorium Pertambangan

Senin, 08 Juli 2019 13:17 WIB

Font: Ukuran: - +

Maharadi, koordinator Jang-ko

DIALEKSIS.COM | Takengon - Bagaikan mendapat "darah segar" Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-Ko) kembali mengingatkan Plt. Gubernur Aceh untuk melakukan moratorium terhadap Pertambangan Mineral yang ada di Aceh.

Surat yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Atap Propinsi Aceh (DPM dan PSA), nomor: 1874/Dalak/VII/2019), tanggal 3 Juli 2019, telah membuat pegiat lingkungan mendapatkan kekuatan baru.

"Kami mendukung sepenuhnya sikap Kadis DPM dan PSA Propinsi Aceh, yang sudah mengingatkan Pak Plt Gubernur untuk melakukan moratorium sementara tentang pertambangan dan mineral di Aceh," sebut Maharadi, koordinator Jang-ko, dalam perbincanganya dengan Dialeksis.com, Senin (8/7/2019) di Takengon.

"Kami ucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas PMPTSP Aceh Dr. Aulia Sofyan yang sudah mengingatkan Plt Gubernur Aceh soal pertambangan dan mineral," jelasnya. 

Menurut Maharadi, surat tersebut mewakili pegiat lingkungan hidup, karena dalam surat itu dijelaskan tiga alasan mengapa harus dilakukan moratorium pertambangan. Pertama, maraknya aksi unjuk rasa oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan sekelompok mahasiswa terhadap kegiatan pertambangan di Aceh.

Ada tiga pertambangan di Aceh yang mendapat perhatian serius para LSM dan mahasiswa, PT Emas Mineral Murni (EMM) di Aceh Tengah dan Nagan Raya. PT Linge Mineral Resource (LMR) di Aceh Tengah, serta PT. Pining Sejati Utama (PSU) di Aceh Selatan. Ketiga PT ini sangat mengganggu kenyamanan kerja Pemerintah dan iklim investasi Aceh.

Kedua, sebut Maharadi, kuatnya tuntutan pengunjuk rasa. Mulai dari isu lingkungan, kekayaan Aceh diambil orang luar, tenaga kerja lokal tidak terserap, dan lainnya. Sehingga butuh pengaturan dan penataan lebih lanjut dengan prinsip saling menguntungkan antara investor, Pemerintah Aceh serta masyarakat.

Ketiga, jelasnya, perlu ditempuh moratorium sementara terhadap pertambangan mineral yang ada di Aceh dengan suatu peraturan gubernur yang diprakarsai oleh dinas teknis (Energi Sumber Daya Mineral).Instruksi Gubernur (Ingub) tentang Moratorium izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara, yang berakhir 5 Juni 2018.

Gubernur harus komitmen untuk penyelamatan hutan dan lingkungan Aceh, dari dampak penambangan mineral logam dengan melanjutkan moratorium izin usaha pertambangan. Plt Gubernur harus mengeluarkan intruksi gubernur (ingub) yang baru, demikian penjelasan Maharadi.

Ada tiga perusahaan pertambangan dan mineral di Aceh yang mendapat perhatian LSM, mahasiswa dan pemerhati lingkungan hidup. Ketiga tambang emas ini mendapat demo dari mereka yang menamakan dirinya penyelamatan bumi Aceh.

Ketiga pertambangan itu; PT Emas Mineral Murni (EMM) di Aceh Tengah dan Nagan Raya. PT Linge Mineral Resource (LMR) di Aceh Tengah, serta PT. Pining Sejati Utama (PSU) di Aceh Selatan.

Catatan Dialeksis.com, untuk PT EMM, aksi demo di Banda Aceh, gaungnya lebih besar bila dibandingkan dua perusahan pertambangan lainya. Ribuan mahasiswa dari seluruh penjuru Aceh kompak melakukan unjuk rasa menentang keberadaan PT Emas Mineral Murni (EMM). Aksi itu berlangsung selama 3 hari, dari Selasa (9/4) hingga Kamis (11/4), di depan Kantor Gubernur Aceh.Aksi tersebut terbilang fenomenal.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah turun ke lokasi demo. Nova mengaku akan bersama rakyat dalam persoalan pertambangan di Aceh. Nova sepakat akan menggugat pemberian izin tambang yang telah dikeluarkan.

"Saya sepakat dengan mahasiswa akan melakukan gugatan, tapi kita masih mencari celah untuk menggugatnya," sebutnya. Nova menambahkan, apapun hasil keputusan PTUN tentang izin operasi PT EMM, Pemerintah Aceh akan membentuk tim khusus terkait penolakan izin tambang PT EMM.

"Kalau sepakat, kita bentuk tim yang terdiri dari pemerintah Aceh, pihak akademisi kampus, mahasiswa dan lembaga terkait lainnya," ucap Nova. Pada kesempatan itu dia juga menandatangani surat pernyataan sikap yang diberikan mahasiswa terkait upaya advokasi yang harus dilakukan Pemerintah Aceh.

Namun Plt Gubernur ketika itu lupa menyinggung . PT Linge Mineral Resource (LMR) di Aceh Tengah, serta PT. Pining Sejati Utama (PSU) di Aceh Selatan.

Karena itu, LSM Jang-ko kembali mengingatkan Plt Gubernur soal moratorium pertambangan. Nova jangan hanya "mengamini" keinginan publik yang melakukan demo, agar Izin PT. EMM dicabut. Di Gayo dan Aceh Selatan juga ada pertambangan yang sama.

Pemerintah Aceh harus juga mengakomodir keinginan masyarakat Gayo, dan Aceh Selatan, yang sama sama menolok kehadiran pertambangan di tanah leluhur mereka.

PT LMR memiliki luas area 98.143 hektare, di Kecamatan Linge dan Bintang Aceh Tengah. Izin awalnya diterbitkan Bupati Aceh Tengah. Dari luas areal ini, 19.628 hektar berada di kawasan KEL dan HL. Sementara sisanya 78.514 hektare merupakan hutan produksi. PT. LMR sudah menerbitkan pengumuman rencana usaha atau kegiatan dalam rangka studi Amdal.

Rencana usaha penambangan dan pengelohan bijih emas Dmp, luasnya 9.684 hektare. Produksi maksimal 800.000 ton/tahun. Lokas proyek Abong berada di Desa Lumut, Desa Linge, Desa Owaq dan Desa Penarun, Kecamatan Linge, Aceh Tengah, sebut Maharadi. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda