Pemerintah Aceh Lanjutkan Pembangunan Perpustakaan Wilayah Dengan Anggaran Rp9,4 Miliar
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Aceh, Nazaruddin Musa. [Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh resmi melanjutkan pembangunan Perpustakaan Wilayah (Puswil) Aceh yang berada di Lamnyong, Banda Aceh. Pemerintah sudah menyiapkan anggaran untuk biaya pembangunan Puswil tersebut dengan anggaran sebesar Rp9,4 miliar.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Arpus) Aceh, Dr Edi Yandra mengatakan, pembangunan perpustakaan ini akan mengikuti tema perpustakaan abad ke-21. Di mana fasilitas perpustakaan akan lebih dititikberatkan pada perpustakaan era digital sehingga bisa diakses dimanapun secara nasional maupun dunia.
Pihak Dinas Arpus Aceh juga mengaku optimis dengan kapasitas dan semangat perubahan wajah baru di Puswil Aceh akan mampu meningkat literasi anak-anak dan masyarakat Aceh.
Selain itu, pembangunan Puswil Aceh ini juga ditargetkan akan rampung di tahun 2022 mendatang. Beberapa fasilitas baru juga akan dibangun seperti perpustakaan hub digital, zona industri, zona galeri, game station, bioskop pendidikan, studio multimedia, zona kebudayaan, cafetaria, hingga bisnis lounge.
Menanggapi perubahan wajah baru layanan perpustakaan dan tata kelola kearsipan di Puswil Aceh, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (PD-IPI) Aceh, Nazaruddin Musa mengatakan, pihaknya sangat menyambut baik dan mengapresiasi kepedulian Pemerintah Aceh terhadap pengembangan perpustakaan dan kearsiapan dengan dana yang lumayan besar.
Ia mengatakan, perpustakaan sebagai “living organisme” harus dijamin mampu beradaptasi terhadap eksistensi perpustakaan di era disrupsi seperti sekarang.
“Perpustakaan tidak hanya dituntut untuk melakukan perubahan pada aspek pembangunan fisik dan penyediaan fasilitas mewah dan canggih saja, tetapi juga sangat perlu memperhatikan aspek yang lebih substantif yaitu bagaimana menyikapi dan beradaptasi dengan setiap perubahan yang terjadi,” ujar Nazar melalui keterangan tertulis kepada Dialeksis.com, Rabu (31/3/2021).
Dengan kata lain, Nazar berharap agar perubahan tema Puswil Aceh tersebut bukan semata-mata berorientasi pada sistem (system oreinted) dikarenakan tersedianya teknologi baru yang terus berkembang, tetapi juga harus berbasis pada kebutuhan masyarakat (user oriented).
“Hal ini sangat penting diperhatikan untuk memastikan layanan perpustakaan dan kearsipan yang hadir nantinya betul-betul sesuai kebutuhan sehingga akan dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat,” kata Nazar yang juga alumni Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia.
Saran PD-IPI Aceh
Berkenaan dengan penyediaan fasilitas dan layanan perpustakaan di Puswil Aceh, Nazar menyarankan Pemerintah Aceh, dalam hal ini Dinas Arpus Aceh untuk merujuk konsep perpustakaan berbasis inklusi sosial sebagaimana yang menjadi target Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI.
Di mana peran perpustakaan, kata Nazar, diharapkan mampu menjadi fasilitator pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat sepanjang hayat melalui penyediaan fasilitas yang diperlukan, sumber daya informasi yang memadai, dan juga sumber daya manusia yang mumpuni.
Dikarenakan Aceh memiliki suatu kekhasan dalam hal Islam dan sejarah, Nazar juga menyarankan Pemerintah Aceh untuk mempertimbangkan aspek tersebut. Pemerintah, lanjut dia, juga perlu menyediakan fasilitas-fasilitas dan program-program perpustakan yang medukung peningkatan literasi masyarakat terhadap ke dua aspek itu.
Ia mencontohkan seperti adanya program Gerakan Literasi Islam dan penyediaan sarana pembelajaran sejarah Aceh untuk anak-anak melalui aplikasi dalam bentuk permainan (game) edukatif yang menarik.
Fasilitas penting lainnya, kata Nazar, adanya fasilitas dan akses khusus bagi para penyandang difabel (disabilitas).
Ia juga berharap agar Pemerintah Aceh menjadikan program dan layanan perpustakaan dan kearsipan Aceh sebagai pangkalan data bibliografis Aceh.
“Sehingga semua terbitan tentang Aceh harus dicari, dikumpulkan dan bisa diakses secara online,” kata Nazar yang juga lulusan Master Library and Information Science, McGill University Canada.
Seiring dengan fenomena kecanduan teknologi digital seperti digital amnesia, kecenderungan sengaja melupakan informasi karena yakin mudah mencari kembali dan ketergantungan pada handphone (HP) atau nomophobia (no mobilephon phobia) khususnya pada anak-anak usia dini dan remaja, IPI Aceh juga menyarankan Pemerintah Aceh untuk menyediakan pusat rehabilitasi ketergantungan teknologi digital (digital detox) sebagai salah satu bentuk layanan atau program alternatif di Perpustakaan Wilayah Aceh yang sedang dibangun itu.
“Meskipun dalam hal ini kita bicara pada konteks pembangunan gedung dan fasilitas perpustakaan dan kearsipan Provinsi Aceh. Namun relevan juga diingatkan di sini bahwa pemerintah perlu memikirkan dan menyinergikan program dan layanan serta penyediaan fasilitas dan sumber daya untuk perpustakaan di daerah-daerah terpencil sesuai situasi dan kondisi setempat,” ungkap Nazar.
Nazar juga meminta Pemerintah untuk memprioritaskan perpustakaan di daerah terpencil dengan cara memberdayakan para pegiat-pegiat literasi yang ada serta merekrut alumni-alumni ilmu perpustakaan produksi universitas di Aceh yang kini jumlahnya sudah hampir seribuan.
Di penghujung kalam, Nazar juga meminta kepada para pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum lainnya untuk benar-benar memanfaatkan layanan Perpustakaan Wilayah Aceh yang dikabarkan akan selesai pembangunan pada tahun 2022 mendatang, serta turut berpartisipasi dalam program-program perpustakaan, seperti program inklusi sosial, Gerakan Literasi Islam, dan Program Literasi Sekolah.
"Sebagai pemilik perpustakaan dan kearsipan, diharapkan masyarakat supaya bisa menjadikan perpustakaan sebagai sarana pembelajaran seumur hidup,” pungkas Nazar yang juga calon kandidat Doktor Multimedia Management, UUM Malaysia.