kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pembelian Aset Desa Rp125 Juta Bermasalah, Ini Penjelasan Keuchik Rambong Payong

Pembelian Aset Desa Rp125 Juta Bermasalah, Ini Penjelasan Keuchik Rambong Payong

Sabtu, 15 Februari 2020 15:05 WIB

Font: Ukuran: - +


Keuchik Rambong Payong Hasnawi Ahmad. [Foto: Fajrizal/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Bireuen - Penggunaan Dana Desa Gampong Rambong Payong Kecamatan Peulimbang, Bireuen tahun anggaran 2019 dilaporkan bermasalah. 

Berdasarkan informasi yang diperoleh Dialeksis.com, peruntukan Anggaran Pendapatan Belanja Gampong (APBG) Rambong Payong Tahun 2019 pada mata anggaran pembelian tanah sebagai aset gampong sebesar Rp 125 juta diduga menyalahi dari prosedur penggunaan anggaran. 

Pemerintahan Gampong Rambong Payong yang terdiri dari keuchik, sekdes, bendahara gampong dan Tuha Peut membeli dua kapling tanah sebagai aset gampong dari Havid Daoed warga Bireuen berdomisili di Jakarta.

Dalam perjalanan tanah yang terletak pass di depan Pos Pol Peulimbang Lintasan Jalan Nasional Medan - Banda Aceh diketahui status kepemilikan berdasarkan sertifikat tanah sudah beralih menjadi tanah Iskandar Arhas warga Bireuen.

Artinya pemilik tanah pertama Havid Daoed sudah menjual tanah tersebut untuk Iskandar Arhas. Sementara pihak pemerintahan Gampong Rambong Payong berdasarkan bukti kwintasi pada tanggal 27 September 2019 sudah melakukan pembayaran sebanyak Rp 75 juta untuk Havid Daoed.

Proses pembayaran dilakukan dua tahap yakni tahap pertama Rp 20 juta dan tahap kedua Rp 55 juta. Pembayaran dilakukan melalui tranfer bank, sisanya Rp 45 Juta belum dibayar. Pun demikian uang tersebut sudah ditarik dari kas gampong, uang di simpan di bendahara gampong.

Keuchik Rambong Payong Hasnawi Ahmad saat dimintai tanggapan oleh Dialeksis.com terkait persoalan pembelian tanah tersebut, ia tak menampik mengenai perihal kesalahan pembelian tanah sebanyak dua kapling tersebut. Ia mengaku seperti ditipu.

Meski demikian Keuchik Hasnawi mengakui persoalan tersebut belum disampaikan dalam rapat umum.

“Belum saya sampaikan dalam rapat umum, karena kami sedang melakukan musyawarah dengan keluarga Havid Daoed. Agar tanah bisa dibeli gampong,” jelas Hasnawi, Jumat (14/2/2020) saat kepada Dialeksis.com.

Sebelumnya Dialeksis.com sudah melakukan konfirmasi kepada pihak yang terlibat dalam Pemerintahan Gampong Rambong Payong. Mulai sekdes, bendahara gampong dan Tuha Peut. Semua mereka kompak terkesan menutupi informasi persoalan pembelian tanah tersebut.

Misalnya Sekdes A Gani saat dimintai tanggapan, ia memilih irit bicara. Beberapa pertayaan yang diajukan mengenai proses pembelian tanah tersebut, A Gani menyarankan media ini melakukan konfirmasi langsung ke keuchik.

"Coba tanya ke Keuchik saja, karena beliau lebih tahu mengenai pembelian tanah tersebut," jawab A Gani.

Perkataan yang sama juga disampaikan Bendahara Gampong, Nadar. Meski semua pengeluaran kas gampong harus melalui persetujuan dirinya. Nadar yang bersama keuchik bolak balik ke Jakarta enggan memberikan penjelasan mengenai pembelian tanah tersebut.

“Neutayong bak Keuchik mantong mangat jelas. Karena masalah tanohnya urusan Keuchik (Tanya ke keuchik saja biar jelas. Karena masalah tanah urusan keuchik),” kata Nadar saat dikonfirmasi.

Dari Tuha Peut Ismuwi juga engga menjelaskan persoalan pembelian tanah tersebut. Ia menyarankan media ini supaya melakukan konfirmasi langsung kepada Keuchik.

“Neutayong mantong bak Keuchik. Yang lon tupu persoalan tanahnya ka selesai,” jawabnya singkat.

Ditemui di Warkop Beng Kupi Geulanggang, Hasnawi Ahmad kepada Dialeksis.com menceritakan proses awal pembelian dua kapling tanah tersebut.

Awalnya kata Hasnawi berdasarkan data yang ada di arsip gampong bahwa status tanah tersebut masih berstatus pemilik Havid Daoed.

"Atas bukti arsip pertinggal di gampong. Makanya kami berani membeli tanah tersebut sebagai aset gampong," jelas Hasnawi kepada Dialeksis.com, Jumat (14/2/2020).

Selanjutnya jelas Hasnawi ia membangun komunikasi dengan keluarga Havid Daoed yang ada di Bireuen supaya terhubung dengan Pak Havid yang berdomisili Jakarta. Untuk memastikan status tanah milik Havid Daoed, Hasnawi bersama bendahara gampong terbang ke Jakarta untuk bertemu Havid Daoed.

"Di Jakarta pemilik tanah Havid Daoed hanya menunjukan foto copy surat tanah. Saat itu beliau berjanji ketika proses pembayaran lunas ia akan memberikan surat tanah asli," cerita Hasnawi.

Berdasarkan bukti fotokopi surat tersebut, akui Hasnawi, oleh pihak gampong dengan persetujuan bendahara dan Tuha Peut melakukan proses pembayaran melalui transfer ke rekening Havid Daoed.

“Proses transfer saya lakukan dua kali. Ada bukti slip Bank saya simpan. Pengiriman pertama Rp 25 juta dan pengiriman kedua Rp 50 juta. Total sudah Rp 75 juta yang terbayar. Ini sudah tercatat di kwintasi," jelas Hasnawi.

"Sisanya Rp 50 juta lagi belum kami bayar. Uang sudah kami tarik disimpan pada Bendahara Gampong,” tambahnya sambil memperlihatkan bukti kwitansi.

Kemudian kata Hasnawi, tak lama setelah tanah tersebut dibeli oleh pihak Gampong Rambong Payong. Pemilik tanah Havid Daoed meninggal dunia di Jakarta. Selanjutnya pihak Gampong berecana melunasi sisa pembelian tanah tersebut sebanyak Rp 50 juta. Hasnawi melakukan perjalanan lagi terbang ke Jakarta.

Ketika sampai di rumah almarhum Havid Daoed di Jakarta. Ia kembali menangih surat asli tanah. Namun isteri Havid Daoed berdalih bahwa surat asli sudah hilang. Tanpa hasil, Hasnawi akhirnya dari Jakarta balik ke Bireuen.

“Untuk memastikan kebenaran surat. Saya pergi ke Badan Pertanahan Bireuen. Ketika di lakukan pengecekan ternyata status sertifikat tanah sudah menjadi milik Iskandar Arhas," cerita Keuchik Gampong Rambong Payong itu.

"Proses pembayaran satu tahap lagi kita tunda karena keluarga Havid tidak dapat menunjukan surat asli sebagai bahan untuk kami untuk membuat sertifikat asli dan bukti jual beli” tambahnya.

Atas status kepemilikan tanah sudah menjadi milik Iskandar Arhas, Hasnawi menduga Almarhum Havid Daoed sudah menjual tanah tersebut melalui Notaris tanpa melibatkan pihak gampong.

"Kalau ada dilibatkan pihak gampong pasti tercatat di arsip gampong. Mungkin Almarhum menjual tanah tersebut melalui notaris," jelas Hasnawi.

Meskipun sudah menyalahi dari proses penggunaan uang desa akui Hasnawi, ia tak takut karena katanya sisa uang desa Rp 50 juta lagi sudah disimpan di bendahara gampong dan ia berkali-kali mengulang bahwa ia tak mengambil keuntungan dalam pembelian tanah tersebut.

Saat ini pihaknya sudah menarik seluruh uang untuk menghindari Silpa. Pihaknya juga kini tengah melakukan pendekatan dengan Iskandar Arhas agar tanah tersebut bisa dibeli gampong dan dilakukan balik nama.

“Peng kaleuh kamoe tarik, menyo hana ta tarek jeut keu Silpa. Hana pat tacok le ukeu. Lon yue simpan bak Bendahara. Jinoe teugoh lakukan pendekatan bak si Iskandar Arhas supaya tanahnya beudipeubloe keu Gampong. Menyo kadipeubloe le jih ka selesai tinggai tabalek nama bak sertifikat," demikian jelas Hasnawi dalam bahasa Aceh. (Fajrizal)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda