Beranda / Berita / Aceh / Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh: Hormati Kekhususan Aceh Sesuai UUPA

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh: Hormati Kekhususan Aceh Sesuai UUPA

Jum`at, 03 Januari 2025 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Aliyul Himam SH, Pemerhati UUPA. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerhati UU Pemerintahan Aceh (UUPA) Aliyul Himan SH menegaskan keberatannya terkait isu pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang kabarnya akan dilaksanakan pada bulan Maret 2025 di Jakarta bersama dengan gubernur dan wakil gubernur daerah lain.

"Kami menyampaikan keberatan atas langkah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf c yang mengatur bahwa pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di hadapan Ketua Mahkamah Syariyah Aceh dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)," jelas Aliyul kepada dialeksis.com, Jumat (3/1/2025).

Ia menegaskan bahwa pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh harus dilakukan di hadapan masyarakat Aceh. 

“Pemerintah Pusat harus menghormati kekhususan Aceh yang telah diatur secara jelas dalam UUPA. Pelantikan ini bukan hanya seremonial, tetapi juga merupakan simbol pengakuan terhadap kekhususan Aceh yang harus tetap dihormati,” ujar Aliyul.

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dihadapan masyarakat Aceh merupakan langkah awal yang menunjukkan bahwa marwah Aceh dan kekhususannya masih bertahan sampai saat ini. 

Berbeda dengan daerah lain yang pelantikannya dilaksanakan di Istana Negara, Aceh memiliki tradisi paska perdamaian Aceh, dimana pelantikan dilakukan di hadapan masyarakat Aceh dalam rapat paripurna DPRA, dengan kehadiran Ketua Mahkamah Syariyah Aceh. Hal ini merupakan bukti konkret bahwa Aceh tetap memiliki keistimewaan yang tidak dapat diabaikan.

"Pelantikan gubernur Aceh ini juga mengingatkan kita akan perjuangan panjang yang telah dilakukan oleh masyarakat Aceh, Aktivis mahasiswa juga termasuk oleh GAM. Mereka adalah tokoh yang memperjuangkan hak-hak dan kekhususan Aceh, dan dengan pelantikan ini, kita kembali mengingatkan bahwa Aceh memiliki kekhususan yang harus dihormati," tambah Aliyul.

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Ini bukan hanya sekadar prosesi administratif, tetapi juga pesta rakyat yang menyatukan seluruh elemen masyarakat Aceh dalam merayakan keberhasilan dan keberlanjutan proses demokrasi. 

"Mengingat bahwa gubernur dan wakil gubernur terpilih merupakan mantan Panglima Perang GAM, pelantikan ini memiliki nilai historis yang sangat besar bagi masyarakat Aceh," tuturnya.

Aliyul Himam juga menekankan bahwa jika pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dilaksanakan di Jakarta atau di Istana Negara, hal ini akan menjadi langkah awal yang dapat mengikis kekhususan Aceh. 

“Tidak ada urgensi yang memadai untuk menggeser pelantikan ke Istana Negara. Sebaliknya, pelantikan di Aceh adalah wujud penghargaan terhadap sejarah dan perjuangan rakyat Aceh, serta bentuk penghormatan terhadap UUPA yang menjadi dasar hukum pemerintahan di Aceh,” ujarnya.

Aliyul Himam menilai, pelaksanaan pelantikan di Aceh juga memberikan kesempatan bagi masyarakat Aceh untuk berpartisipasi langsung dalam momen penting ini, yang dapat memperkuat rasa kebersamaan dan mempererat hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI