Pelaku Pencabulan Anak di Aceh Lebih Banyak Dilakukan Oleh Orang Terdekat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Agam K
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pelaku pencabulan atau kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi Aceh, lebih banyak dilakukan oleh orang keluarga dan orang-orang terdekat dengan korban.
Hal tersebut disampaikan oleh Manajer Program Lembaga Badan Hukum Banda Aceh (LBH Banda Aceh) Aulianda Wafisa, dalam webinar dengan tema “Ruang Negosiasi Pada Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak dalam Tinjauan Sosiologis, Yuridis, dan Politis”.
Webinar tersebut digelar oleh Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (FISIP USK), Banda Aceh.
“Seharusnya orang-orang terdekat atau keluarga itu, harus menjadi pelindung bukan malah sebaliknya, maka para pelaku sudah sepantasnya mendapatkan hukuman yang berat,” ujar Aulianda Wafisa, Sabtu (21/8/2021).
Aulianda Wafisa menambahkan, apabila merujuk pada Qanun Jinayat yakni, 90 kali cambuk, atau 90 bulan kurungan, atau denda 900 gram emas murni. Untuk kasus pemerkosaan hukuman paling sedikit 150 kali, paling banyak 200 kali, atau denda paling sedikit 1.500 gram emas murni, paling banyak 2.000 gram emas murni atau penjara paling singkat 150 bulan, paling lama 200 bulan.
Maka berbeda jauh dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam undang-undang tersebut bahkan ancamannya bisa mencapai 20 tahun atau hukuman seumur hidup, dengan denda mencapai Rp15 miliar.
“Undang-undang Perlindungan Anak ini juga akan memberatkan hukuman bagi pelaku kekerasan, apabila pelakunya berstatus sebagai orang terdekat atau pengasuh si anak,” tutur Aulianda Wafisa.