Beranda / Berita / Aceh / Dugaan Korupsi Proyek Multiyears Rp 2,7 T di Aceh, Ini Dalangnya

Dugaan Korupsi Proyek Multiyears Rp 2,7 T di Aceh, Ini Dalangnya

Minggu, 22 Agustus 2021 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

DIALEKSIS.COM  | Banda Aceh - Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani beberapa bulan lalu mempublikasikan laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi atas proyek multiyears Aceh yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) dan Otsus Aceh tahun 2020-2022.

Proyek multiyears tahun 2020-2022 itu yang diusulkan oleh pemerintah Aceh dengan jumlah total 2,7 Triliun yang digunakan untuk membangun 13 ruas jalan (Infrastruktur). Selain terkait dugaan korupsi, proyek itu juga merusak lingkungan hidup.

Hal itu disampaikan oleh Askhalani yang dikutip Dialeksis.com pada kanal Youtube Haris Azhar, Sabtu (21/08/2021).

Askhalani menjelaskan, proyek itu mengalami pembahasan yang tidak tuntas dan ditolak oleh Dewan Perwakilan Daerah Aceh (DPRA), karena setelah ditelusuri GeRAK Aceh menemukan ada 13 dokumen partai beserta dengan materi-materi hukumnya, yang kemudian sudah disondingkan ke KPK.

"Salah satunya adalah ada penolakan dari komisi 4 DPRA bidang infrastruktur, mereka menolak dengan tegas terkait proyek multiyears ini karena memang tidak dibahas sejak awal, jadi proyeknya ini masuk di pertengahan," ungkapnya.

Ia menjelaskan lagi, DPRA tidak pernah menyetujui proyek multiyears tersebut tetapi dananya sudah ada di kas daerah dan itu artinya digunakan serta proyek itu sudah dijalankan dari dana tersebut.

Saat ini, proyek itu sedang dikerjakan dari 13 ruas jalan, ada 6 ruas jalan yang berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu menemukan fakta adanya sesuatu yang kemudian berpotensi merugikan keuangan negara.

"Hasil temuan BPKP itu ada kelebihan bayar, atau kelebihan materi yang seharusnya lebih hemat, totalnya ada 102 Miliar lebih ada 6 ruas jalan yang sudah ditender itu, jadi dilihat dari overhead kebutuhan seharusnya ini lebih hemat lagi dan kemudian ada sesuatu yang melatarbelakangi sampai ditemukan ada pelanggaran," jelasnya lagi.

Adapun hasil temuan GeRAK Aceh dalam hal berbeda dengan pihak BPKP menemukan ternyata ini adalah dugaan bajakan yang dipergunakan oleh kelompok tertentu dalam hal ini adalah pengusaha yang sebelumnya sudah dilaporkan ke KPK, itu ikut bermain bersama-sama untuk mendapatkan sesuatu dari proyek tersebut.

Ketika ditanya oleh Haris Azhar, jika dilevel Pemerintah Daerah siapa yang bertanggung jawab?

"Diantaranya Gubernur sebagai penguna anggaran, kuasa pengguna anggaran terdiri dari 4 dinas terkait (Dinas Pengairan, Dinas Cipta Karya dan Perumahan, Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang menjadi bagian dari panitia tender dan terakhir tim Pokja," jawabnya.

Kemudian Askhalani menjelaskan dampak dari dugaan korupsi itu mengakibatkan kerusakan lingkungan, karena ke-6 ruas jalan itu berada pada koridor wilayah yang dilalui oleh habitat harimau dan gajah. Akibat ruas jalan ini dipakai dan dibangun pasti nanti akan terjadi konflik lagi antara manusia dan hewan yang seharusnya mendapat perlindungan.

"Enam titik tersebut adalah wilayah penghubung dan wilayah tersebut memiliki relevansi dengan beberapa sumber daya lainnya seperti ada tambang emas dan untuk PLTA. Selain bentang alam yg rusak juga akan menyebabkan masalah baru yaitu korupsi yang menurut kami fasilitas yang dibangun itu tidak akan memberikan dampak yang bagus bagi publik," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda