Nasib Kepala Keluarga Perempuan, Siapa Yang Memperhatikan Mereka?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
DIALEKSIS.COM|Takengon- Perempuan single parent di Aceh Tengah dalam berjuang menghidupi diri dan keluarga, ternyata angka terbilang tinggi bila dibandingkan angka nasional.
Di Gayo lut wanita tangguh untuk menghidupi diri, rata-rata sebagai buruh tani dan harus berjuang mengurus segalanya dengan mengandalkan kekuatan diri demi masa depan dirinya dan keluarganya, siapa yang akan memperhatikan nasib mereka?
Pemerhati Politik, Sosial dan Budaya di Aceh Tengah, Maharadi, membuat catatan khusus tentang kepala keluarga perempuan ini, disela hingar bingarnya para Caleg “menaburkan” janji dalam meraih simpati masa.
Persoalan kepala keluarga perempuan ini akan didiskusi dalam diskusi sabtuan yang akan berlangsung hari ini, jam 15.00 WIB di salah satu caffe di Aceh Tengah.
Menurut Maharadi dalam keteranganya kepada Dialeksis.com, Sabtu (09/12/2023), salah satu objek utama pembangunan adalah manusia.
Di Kabupaten Aceh Tengah, menurut Disduk Capil Kabupaten Aceh Tengah dari 67.649 KK, 17% diantaranya adalah kepala Keluarga perempuan. Angka ini tergolong besar jika dilihat dari kepala kelurga perempuan secara nasional yang hanya di angka 12,7%, untuk Provinsi Aceh sebanyak 18,7% .
Lapangan usaha yang tersedia di Aceh Tengah sangat terbatas. Menurut BPS hanya ada 8 lapangan usaha, Pertanian (44.036 KK, 65%), Jasa 19%, Perdagangan 14% dan selebihnya dibawah 6%. Dengan terbatasnya lapangan kerja, maka peluang kepala keluarga perempuan hanya tersedia di sektor pertanian, perdagangan dan jasa (buruh tani).
Menurut Maharadi, sempitnya lapangan kerja ini berpotensi mengancam keberlangsungan keluarga untuk meningkatkan kesejahteraannya. Disektor pertanian, berdasarkan Sensus Pertanian 2023, 91% keluarga petani bekerja di perkebunan, dan 66% dibidang hortikultura.
“Dari sini kita bisa tahu, perkebunan adalah bagian yang sangat penting dalam menopang ekonomi keluarga. Hampir setengah dari keluraga petani itu adalah petani milenial (39%). Semua kita dengan mudah dapat menebak yang dimaksud dengan perkebunan disini adalah perkebunan kopi arabika Gayo,” jelasnya.
Potensi lahan di Kabupaten Aceh Tengah dengan status APL sekitar 95 ribu ha. Ini artinya secara rata-rata lahan yang tersedia seluas 1,4 ha/kk, sudah termasuk didalamnya Danau laut Tawar (5 ribu ha), Lapangan bola, lapangan mesjid, dll.
“Jika di kurangi dengan sarana-prasarana publik diperkirakan lahan pertanian yang dapat dimanfaatkan kurang dari 1 ha/kk,” jelasnya.
Jika produktivitas kopi Gayo 850 kg/ha, dengan harga jual green bean 100 rb/kg, maka setiap kk berpenghasilan rata-rata sekitar 7 jt/bln.
Padahal pengeluaran perkapita penduduk Aceh untuk sejahtera sudah diangka 9,9 jt/org atau hampir 40 jt/kk. Kalau melihat rujukan angka sejahtera di Aceh ini, maka keluarga petani kopi Aceh Tengah hanya mampu menghasilkan seper lima dari pengeluaran rata-rata angka sejahtera penduduk Aceh.
“Dari data “ data tersebut diatas apa yang akan terjadi dengan anak-anak petani kopi Gayo? Bagaimana Kepala keluarga perempuan di Aceh Tengah akan membiayai pendidikan anak-anaknya dimasa yang akan datang,” tanya Maharadi.
Persoalan-persoalan diatas membutuhkan keterlibatan para penyusun kebijakan publik baik di eksekutif maupun di legeslatif, akan kah para calon legislatif perempuan mampu memberi warna dalam kebijakan publik di Aceh Tengah?
“Mari ikuti diskusi sabtuan yang diselenggarakan oleh Temung Institute, Punce dan Publik Berbicara yang menghadirkan nara sumber para calon Legislatif perempuan yang akan tarung dalam Pemilu 2024 mendatang. Diskusi akan diadakan di Premium Coffee Takengon, pada pukul 15.00 Wib tanggal 09 Deesember 2024,” jelasnya.
Dia berharap semoga hasil diskusi nanti, apalagi narasumber dalam diskusi ini semuanya Caleg perempuan untuk DPRK Aceh Tenga, persoalan kepala keluarga perempuan yang dihadapi para pejuang hidup ini akan ada solusinya, pinta Maharadi.