Muazzinah Sebut PMA No.68/2015 Masih Relevan Dilanjutkan, Tapi Butuh Tambahan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Dosen FISIP UIN Ar-Raniry, Muazzinah. [Foto: ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pemilihan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang Diselenggarakan oleh Pemerintah, terdapat beberapa tahapan dalam memilih calon rektor.
Tahapannya yaitu, pertama dipilih oleh senat kampus dengan kriteria moralitas, kepemimpinan, manajerial, kompetensi akademik dan jaringan kerja sama. Kedua, penilaian oleh komisi seleksi yang menghasilkan tiga nama calon rektor. Ketiga, hasil seleksi calon rektor ditetapkan melalui keputusan Menteri Agama.
Melihat tahapan-tahapan tersebut, Dosen Kebijakan Publik-Ilmu Administrasi Negara FISIP UIN Ar-Raniry, Muazzinah BSc MPA mengatakan, tahapan di dalam peraturan menteri ini menjadi baik karena memberi ruang kampus bahwa prosesnya dilakukan dengan menyaring calon kandidat secara bottom up dengan asumsi bahwa senat kampus adalah perwakilan dosen setiap fakultas untuk diwakili suaranya dalam pemilihan.
Lalu, kata dia, calon rektor tidak disibukkan dengan ruang tim sukses yang memungkinkan adanya upaya-upaya mobilisasi pemenangan.
“PMA No.68/2015 masih relevan untuk dilanjutkan namun perlu petunjuk teknis dalam pelaksanaannya kedepan yaitu perlu adanya mekanisme rekrutmen perwakilan senat kampus setiap fakultas yang dilakukan dengan melihat aspek sesuai kriteria calon Rektor/ketua juga yaitu moralitas, kepemimpinan, manajerial, kompetensi akademik dan jaringan kerjasama. Jangan sampai Senatpun tidak memiliki aspek-aspek tersebut dan asal dipilih yang penting ada,” ujar Muazzinah dalam keterangan tertulis kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (18/11/2022).
Kemudian, lanjut dia, hasil rekapan calon rektor diumumkan ke publik secara transparan sehingga publik merasa ‘Rektor adalah milik bersama” maka pantas untuk diusul sebagai pemimpin kampus.
Selanjutnya, kata dia, perlu adanya mekanisme keterlibatan perwakilan mahasiswa untuk memberi masukan terkait jejak rekam calon rektor menurut mahasiswa karena mahasiswa adalah prioritas utama kampus bukan hanya menerima pemimpin kampus yang terpilih.
“Menurut hemat saya, PMA 68/2015 menjadi baik karena menjadi representasi dari kampus yang diwakilkan oleh senat kampus dan representasi negara yang ditetapkan oleh Menteri Agama karena kampus adalah wujud negara hadir dalam penyelenggaraan pendidikan. Namun menjadi buruk karena dalam PMA tersebut belum memberi ruang perwakilan suara mahasiswa yang merupakan juga bagian dari sivitas akademika karena sivitas akademika terdiri dosen, mahasiswa dan semua badan kepengurusan yang ada di perguruan tinggi,” pungkasnya.(Akh)