Mengenal Qanun Meukuta Alam Menurut T.A. Sakti
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Peminat budaya dan sastra Aceh, Drs. Teuku Abdullah Sulaiman, S.H. alias T.A. Sakti [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Qanun Meukuta Alam adalah nama perundang-undangan Kerajaan Aceh Darussalam sejak masa Sultan Iskandar Muda sampai Sultan Muhammad Daud Syah sebagai sultan Aceh terakhir.
Secara garis besar, naskah ini berisi tentang sumber-sumber qanun baik tentang syari’at Islam, adat maupun resam. Dari sumber-sumber hukum ini dijabarkan kepada syarat-syarat, rukun-rukun, peringatan-peringatan dan anjuran-anjuran untuk terbentuk dan langgengnya sebuah kerajaan.
Peminat budaya dan sastra Aceh, Drs. Teuku Abdullah Sulaiman, S.H. alias T.A. Sakti mengatakan sejak kehadirannya qanun ini telah berkali-kali mengalami perubahan (amandemen) yang dilakukan pemerintahan kerajaan Aceh dengan para sultan yang silih berganti.
Selain diamemdemen, Qanun Meukuta Alam juga diberi komentar (syarahan) oleh para pakar “Hukum Tata Negara” masa itu. Salah seorang ahlinya yang masih dikenal namanya adalah Sayid Abdullah Jamalullail alias Teungku Di Mulek.
"Bila diamati secara seksama, naskah qanun yang telah kami transliterasikan dari huruf Jawi ke Latin ini juga ikut dikomentari orang lainnya, namun namanya tidak ditemukan lagi dalam halaman-halaman naskah yang tersedia," kata T.A Sakti kepada Dialeksis.com, Selasa (18/7/2023).
T.A. Sakti mengatakan bahwa saat diperoleh di Perpustakaan Ali Hasjmy, Banda Aceh naskahnya memang tidak lengkap lagi. Hanya diperoleh dari halaman 31 sampai dengan halaman 135 saja, tertulis dalam huruf Arab Melayu/aksara Jawi.
Biarpun tidak lengkap, namun naskah tersebut masih mengandung unsur-unsur penting sebagai sebuah Undang-undang Dasar suatu kerajaan.
"Mungkin dalam halaman-halaman yang hilang itulah tercantumnya nama pensyarah terakhir yang sudah lenyap itu," ujarnya.
T.A. Sakti mengatakan komentar ini berisi amandemen-amandemen dan pengimplementasiannya terhadap Qanun Meukuta Alam, sesuai dengan perkembangan masa dan kebutuhan dari seorang raja ke raja selanjutnya.
Dalam komentar ini sudah terdapat penambahan-penambahan yang berupa kata-kata atau istilah-istilah kontemporer, sehingga kalau dilihat secara sepintas naskah sudah dipalsukan.
Tetapi kalau diteliti secara mendalam, sebagai qanun yang sudah diamandemenkan sudah tentu mengalami perubahan-perubahan dari masa ke masa.
"Demikian juga terdapat kata-kata atau istilah-istilah kenegaraan yang modern di dalamnya, tidak lebih dari penerjemahan istilah-istilah klasik ke dalam istilah-istilah kontemporer," ujarnya.
T.A. Sakti menjelaskan bahwa dalam Qanun Meukuta Alam, ada implementasi yang mengatur ketentuan-ketentuan tentang lapik, adat, kurnia, hadiah, tadah.
Implementasi ini juga menginformasikan macam-macam jenis timbangan, sukatan, takaran dan ukuran.
Begitu pula menjelaskan berbagai jenis barang ekspor dan impor, berbagai jenis sarana kenderaan alat pelayaran di kala itu. Disebutkan juga berbagai jenis alat pertukaran atau mata uang seperti kupang, tahil, dirham, dinar dan lain-lain.
Dirinya mengimbau bahwa terlepas dari ada tuduhan palsu atau tidak naskah ini, namun isi naskah ini banyak mengandung pelajaran yang sangat bernilai sebagai cermin kehidupan ini.
"Sisi-sisi mana yang harus kita pertahankan dan kembangkan, sudut-sudut mana yang perlu kita tinjau ulang dan perbaiki; agar kita jangan salah langkah dalam menuju hari depan yang lebih cerah," pungkasnya.
- OJK Isyaratkan Bank Konvensional Kembali Beroperasi, Ketua MPU Aceh: Hati-hati Sampaikan Pernyataan Seperti Itu
- Diberi Lampu Bank Konvensional Beroperasi Kembali, Pemerintah Aceh Tunggu Revisi Qanun LKS
- DPR Aceh Didesak Bentuk Pansus Pengawasan Qanun Syariat Islam
- Ekonom USK: Qanun LKS Masih Sangat Kontraproduktif di Aceh