Beranda / Berita / Aceh / Meneropong Legalitas Tambahan Penghasilan Kepala Daerah Di Aceh

Meneropong Legalitas Tambahan Penghasilan Kepala Daerah Di Aceh

Rabu, 02 Juni 2021 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : ASYRAF

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Beredar informasi, temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sepanjang tahun 2020 sejumlah kepala daerah diketahui menggunakan alokasi Dana APBD untuk mendapatkan tambahan penghasilan.

Sedikitnya 7 kepala daerah yang disinyalir menggunakan dana APBD untuk meningkatkan tambahan penghasilan. diantaranya Gubernur Aceh, Bupati-Wakil Bupati Pidie Jaya, Bupati Bener Meriah, Bupati-Wakil Bupati Aceh Tamiang, Walikota-wakil walikota Sabang, Walikota-Wakil Walikota Lhokseumawe, dan Walikota Wakil Walikota Banda Aceh.

Walikota Banda Aceh Aminullah Usman membenarkan bahwa terdapat temuan BPK terkait pengunaan dana operasional kepala daerah. Namun dana tersebut sebenarnya ada diseluruh Indonesia. Alokasi tunjangan operasional tersebut bukan produk baru, melainkan sudah berlangsung sejak lama sejak kepala daerah sebelumnya.

“Dana itu ada diberikan kepada seluruh kepala daerah diseluruh Indonesia. Dana tersebut tidak disuruh kembalikan. Namun direkomendasikan untuk tidak diteruskan.” Jelas Aminullah Pada DIALEKSIS.COM, Selasa (1/5/2021).


Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman[Dok. readers.id]


Sementara itu dihubungi terpisah, Direktur Jaringan Survei Inisiatif (JSI)Ratnalia Indrasari, menyatakan bahwa tambahan penghasilan bagi kepala daerah tersebut sebenarnya sudah diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan.   Pedomannya adalah pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (“PP 109/2000”).

Dalam Pasal 4  ayat 1 PP 109  Tahun 2000 disebutkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberikan gaji, yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lainnya. Kemudian Dalam Pasal 8 PP 109  Tahun 2000 disebutkan untuk pelaksanaan tugas tugas kepada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah negara menyediakan sejumlah biaya, diantara disediakan biaya rumah tangga, biaya pembelian inventaris rumah jabatan, biaya Pemeliharaan Rumah Jabatan dan barang barang inventaris, biaya pemeliharaan kendaraan dinas, biaya pemeliharaan kesehatan, biaya Perjalanan Dinas, biaya Pakaian Dinas, biaya penunjang operasional.


Direktur Eksekutif Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Ratnalia Indriasari. [IST]


Terkait biaya penunjang operasional, dalam Pasal 8 Huruf H PP 109  Tahun 2000  disebutkan biaya penunjang operasional dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

“Namun  memang dalam PP 109 Tahun 2000 bervariasi tergantung besaran Pendapatan Asli Daerah. Untuk tingkat Provinsi besaran dana penunjang operasional diatur dalam Pasal 9 Ayat 1 PP 109 Tahun 2000. Sedangkan Untuk tingkat Kabupaten/kota diatur dalam Pasal 9 Ayat 2 PP 109 Tahun 2000.” Ujar Ratna kepada DIALEKSIS.COM, Selasa (1/5/2021).

Untuk tingkat provinsi, PAD sampai dengan Rp 15 milyar, Tunjangan operasional paling rendah Rp 150 juta dan paling tinggi sebesar 1,75%;     di atas Rp 15 milyar s/d Rp 50 milyar, paling rendah Rp 262,5 juta dan paling tinggi sebesar 1%;  di atas Rp 50 milyar s/d Rp 100 milyar, paling rendah Rp 500 juta dan paling tinggi sebesar 0,75 %;  di atas Rp 100 milyar s/d Rp 250 milyar, paling rendah Rp 750 juta dan paling tinggi sebesar 0,40 %;    di atas Rp 250 milyar s/d Rp 500 milyar, paling rendah Rp 1 milyar dan paling tinggi sebesar 0,25 %.  di atas Rp 500 milyar, paling rendah Rp 1,25 milyar dan paling tinggi sebesar 0,15%

Sedangkan Besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah  yaitu : untuk PAD Kab/kota sampai dengan Rp 5 milyar, paling rendah Rp 125 juta dan paling tinggi sebesar 3%; di atas Rp 5 milyar s/d Rp 10 milyar, paling rendah Rp 150 juta dan paling tinggi sebesar 2 % ;  di atas 10 milyar s/d Rp 20 milyar, paling rendah Rp 200 juta dan paling tinggi sebesar 1,50 %; di atas Rp 20 milyar s/d Rp 50 milyar, paling rendah Rp 300 juta dan paling tinggi sebesar 0,80%; di atas Rp 50 milyar s/d Rp 150 milyar, paling rendah Rp 400 juta dan paling tinggi sebesar 0,40 %; di atas Rp 150 milyar, paling rendah Rp 600 juta dan paling tinggi 0,15 %.

“Jadi bila dana penunjang operasional itu jelas dasar hukumnya. Hanya saja besarannya itu tergantung dana APBD daerah bersangkutan. Yang jadi problem sebenarnya bukan dasar hukum penganggaran dana operasional tersebut. Namun besaran tunjangan operasional kepala daerah tersebut apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan. Yaitu harus berdasarkan PAD” jelasnya. [ ]

Keyword:


Editor :
Teuku Pondek

riset-JSI
Komentar Anda