Beranda / Berita / Aceh / Menelisik Eksistensi Pers Kampus di Aceh, Refleksi HPN 2021

Menelisik Eksistensi Pers Kampus di Aceh, Refleksi HPN 2021

Selasa, 09 Februari 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

[Foto: Thinkstock]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Setiap tanggal 9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Adapun tema HPN 2021 adalah "Bangkit dari Pandemi, Pers sebagai Akselerator Perubahan dan Pemulihan Ekonomi".

Pimpinan Umum UKM Pers DETaK Universitas Syiah Kuala (USK), Nurul Hasanah mengatakan kendala pers kampus dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik adalah kaderisasi, pasalnya tak banyak lagi mahasiswa yang minat bergabung di UKM Pers.

Setelah bergabung, juga ada yang jarang untuk menghasilkan tulisan yang sejatinya merupakan kekuatan pers.

Menurutnya, saat ini masing-masing organisasi di kampus punya kepentingan tersendiri, apalagi urusan politik kampus yang seringnya enggan dikritisi atau dimintai keterangan oleh pers mahasiswa.

"Pers mahasiswa sering mendapat tekanan dan ancaman dari pihak kampus kalau isi beritanya menjurus ke arah negatif. Selain ancaman, juga ada diskriminasi," ujarnya kepada Dialeksis.com, Selasa (9/2/2021)

"Bahkan kalau ada narasumber dari birokrat langsung sinis dan sulit diminta keterangan kalau ada isu. Selain itu permasalahan dana, kalau beritanya tidak menguntungkan kampus, dana sulit cair," lanjutnya.

Nurul menyampaikan, dalam menerapkan prinsip idealisme sebagai pers mahasiswa ia terus berusaha mendukung kebijakan kampus selama hal itu tidak merugikan mahasiswa dan orang banyak.

Saat ini, akses keterbukaan informasi sangat mudah. Setiap orang bisa mengakses, memberikan, bahkan menyediakan informasi. Hari ini Pers mahasiswa sedang bersaing dengan banyaknya individu yang sering kali juga menjadi penyedia informasi.

"Hal itu, menjadi tantangan juga kepada pers kampus untuk menyiasati hal ini, kita harus memberikan informasi secara faktual, detail, dan juga tidak lupa memenuhi keinginan mahasiswa. Agar tidak kalah saing," katanya.

"Jadi, pers kampus di Aceh bisa membuat kolaborasi khusus yang dapat meningkatkan citra pers mahsiswa sebagai lembaga informasi yang kredibel di kampus," ujar Nurul.

Nurul menyarankan agar pers kampus selalu rajin menyajikan informasi dan yang disajikan itu juga harus mampu menjawab berbagai persoalan dan rasa penasaran mahasiswa.

Selama ini, UKM Pers DETaK selalu memberikan informasi dan mengkritisi kebijakan kampus yang menurutnya masih mempunyai jalan yang lebih baik. Pihaknya pernah mengadvokasi beberapa kasus yang banyak dikeluhkan oleh mahasiswa.

Misal, fasilitas akses jalan di USK yang sudah rusak, persoalan sampah, kemudian terkait ruang kuliah yang bersekat-sekat.

"Tujuan mengkritisi hal ini agar pihak birokrat menjadi sadar dan mampu melakukan tindakan. Kita berharapnya, dengan kritikan itu birokrat mampu membenahi hal-hak yang menjadi keluh kesah bagi mahasiswa," pungkasnya.

Sementara itu, Pimpinan Umum UKPM Sumber Post UIN Ar-Raniry, Cut Salma mengatakan, kendala di pers kampus dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik karena legalitasnya dianggap tidak ada. Walaupun ada id card ada izin dari kampus. Tetapi terkadang untuk menerobos ke isu-isu yang sensitif juga sulit.

Salma mengakui, dirinya belum sepenuhnya menerapkan prinsip idealisme sebagai pers mahasiswa. Namun ia terus berusaha untuk menanamkan idealisme seperti Lembaga Pers Mahasiswa lainnya.

"Pers kampus itu bukan humas kampus. Setidaknya, kalau belum bisa jadi mahasiswa yang kritis, saya tidak mau banyak pencitraan yang ikut di share sama pers mahasiswa," ujar Salma.

Menurut Salma, Pers mahasiswa di Aceh masih terlalu kurang berani mengambil tempat sebagai salah satu pengkritik. Ia berharap kedepannya pers mahasiswa bisa jauh lebih kritis lagi serta lebih produktif.

"Saya sempet merasa salut sama temen-temen pers mahasiswa di luar Aceh, mereka kritis sekali dan sangat Jauh ketinggalan dengan kita. Sampai saya terpikir, pers mahasiswa di Aceh itu memang tidak ada, terutama untuk diri saya sendiri yang masih jauh dari kata kritis," ungkapnya.

Salma menyarankan, agar pers mahasiswa lebih berani mengambil peran, lebih produktif dan kreatif dengan cara aktif menggarap isu-isu sensitif yang memang perlu untuk diketahui publik. Pers Mahasiswa harus berani bersuara.

Selama ini, pers mahasiswa sedikitnya sudah berkontribusi dan berperan sebagai penyambung lidah teman-teman mahasiswa serta menjadi wadah mahasiswa untuk bersuara.

Dengan kehadiran pers kampus, pihaknya pernah mengadvokasi terkait keluhan mahasiswa yang belum mendapatkan KTM. Sampai akhirnya kampus mulai lebih cepat tanggap.

UKPM Sumber Post UIN Ar-Raniry, pernah mewadahi teman-teman mahasiswa teknik untuk bersuara terkait mahasiswa yang berambut gondrong tidak boleh masuk kelas dan bahkan tidak boleh ikut ujian final.

"Akan tetapi, setelahnya itu kami tidak dapat kabar apa-apa lagi. kami tidak tahu pada akhirnya kami berhasil mengadvokasi mereka atau tidak," tuturnya.

Selain itu, pihak juga pernah memuat tulisan terkait penyitaan karya milik mahasiswa. Tulisan tersebut menjadi jembatan antara mahasiswa dan pihak yang menyita.

"Karena kami memberikan kesempatan untuk mahasiswa menyampaikan keluhan mereka dan juga memberi kesempatan untuk pihak yang menyita alasan penyitaan karya tersebut. sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman," ucapnya.


Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda