Maraknya Pria Bercelana Pendek di Banda Aceh, MPU Minta Aparat Segera Tertibkan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Ketua Komisi C Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh, Tgk. H. Umar Rafsanjani, Lc., MA. Foto: dok pribadi
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Komisi C Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh, Tgk. H. Umar Rafsanjani, Lc., MA, menyoroti fenomena semakin maraknya laki-laki di Banda Aceh yang mengenakan celana pendek di tempat umum.
Menurutnya, perilaku ini bertentangan dengan Syariat Islam yang menjadi landasan hukum di Aceh.
“Ini pelanggaran serius terhadap Syariat Islam yang sudah menjadi regulasi resmi di Aceh. Pemandangan ini merusak moral masyarakat dan mencoreng identitas kita sebagai daerah yang menegakkan hukum Islam,” tegas Tgk Umar Rafsanjani dalam keterangan tertulis kepada Dialeksis, Rabu (8/1/2025).
Tgk. Umar meminta pemerintah daerah, terutama Satpol PP dan Wilayatul Hisbah, untuk segera mengambil tindakan tegas. Ia juga memperingatkan bahwa jika aparat tidak bertindak, masyarakat dapat merasa terdorong untuk bertindak sendiri.
“Jika pihak yang berwenang tidak menegur dan mengambil langkah nyata, jangan salahkan masyarakat jika ada yang bertindak langsung. Kita harus mencegah hal ini dengan penegakan aturan yang bijaksana dan tegas,” ujarnya.
Selain itu, Tgk. Umar juga menghimbau kepada para pendatang dari luar Aceh agar menghormati kearifan lokal dengan tidak mengenakan celana pendek di tempat umum. Menurutnya, perilaku tersebut tidak hanya melanggar norma lokal, tetapi juga mencemarkan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.
“Kami berharap pendatang memahami dan menghormati budaya serta aturan yang berlaku di Aceh. Pakaian yang tidak sesuai dengan norma Syariat mencemarkan nilai-nilai agama yang telah kita junjung tinggi,” tambahnya.
Tgk. Umar Rafsanjani juga menyayangkan generasi muda Aceh yang semakin terpengaruh oleh budaya global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama. Ia menilai bahwa hal ini tidak membawa manfaat apapun bagi masyarakat Aceh.
“Generasi muda Aceh perlu kembali kepada agama dan nilai-nilai lokal. Jangan sampai latah mengikuti pengaruh luar yang justru merusak tatanan sosial dan agama kita,” ungkapnya.
Pemerintah Banda Aceh diharapkan segera bertindak melalui sosialisasi, pengawasan, dan penegakan hukum yang lebih intensif guna mencegah pelanggaran Syariat Islam dan menjaga keharmonisan sosial di wilayah tersebut.