Beranda / Berita / Aceh / Mahkamah Syar'iyah Aceh Bebaskan Pemerkosa Anak, Direktur KAPHA Desak Revisi Qanun Jinayah

Mahkamah Syar'iyah Aceh Bebaskan Pemerkosa Anak, Direktur KAPHA Desak Revisi Qanun Jinayah

Minggu, 10 Oktober 2021 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Direktur Koalisi Advokasi dan Pemantau Hak Anak (KAPHA) Aceh, Taufik Riswan Aluebilie. [Foto: IST]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Koalisi Advokasi dan Pemantau Hak Anak (KAPHA) Aceh, Taufik Riswan Aluebilie menanggapi terkait Putusan Hakim Mahkamah Syariah (MS) Aceh yang lagi-lagi membebaskan pelaku pemerkosaan terhadap anak kandung sendiri.

Padahal, menurutnya, dari kasus yang diputuskan oleh Mahkamah Syariah Jantho pada tingkat pertama, dengan putusan 180 bulan penjara, dari tuntutan Jaksa 200 bulan, paling tidak menegasikan bahwa dugaan kuat kejahatan seksual terhadap anak itu ada dan terjadi. Termasuk Keterangan ahli di pengadilan, hasil VER, dan pengakuan anak, sebagai prinsip pengakuan hak anak yang harus dipertimbangkan semua pihak, apalagi Hakim yang menangani perkara anak.

"Lalu ketika banding dan diputuskan bebas oleh MS Aceh, semakin menunjukkan bahwa pembuktian kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak melalui Qanun Jinayah sulit digunakan, apalagi terkait dengan peristiwa berkekerasan seksual terhadap anak," jelasnya kepada Dialeksis.com, Minggu (10/10/2021).

Lanjutnya, model-model pemeriksaan alat bukti yang dapat digunakan dalam Qanun Jinayah ini terasa terbatas, dan belum mengenal ragam bentuk dan jenis kekerasan seksual seperti yang tertera dalam naskah akademik maupun sistem Perundang-undangan.

"Untuk itu, KAPHA Aceh, serta Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariah, mendukung adanya revisi terhadap Qanun Jinayah Aceh atau mencabut 2 pasal krusial (pasal 47 dan 50) agar dikembalikan pada aturan hukum khusus pada anak, serta percepatan untuk menyelamatkan anak-anak Aceh dari kejahatan seksual yang semakin marak terjadi," tegasnya.

Menurut Taufik, Revisi Qanun Jinayah atau pencabutan 2 pasal yang bermasalah tersebut, guna dikembalikan penanganan perkara anak korban kejahatan seksual melalui sistem hukum dan UU Perlindungan Anak serta Peraturan Perundang-undangan penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.  

"Selain itu, upaya Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap Perempuan dan Anak, menjadi lebih baik untuk masa depan anak-anak Aceh," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda