Beranda / Berita / Aceh / LK Ara Tekun dan Telaten Kumpulkan Sastra Lisan Gayo

LK Ara Tekun dan Telaten Kumpulkan Sastra Lisan Gayo

Kamis, 28 Juli 2022 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

DIALEKDIS.COM| Takengon- Sastra lisan adalah sastra yang mencakup ekspresi kesusasteraan warga kebudayaan yang disampaikan turun menurun dengan ucapan.

“Biasanya, disampaikan pencerita kepada pendengar. Masyarakat saling bertukar cerita. Cerita tersebut hidup di tengah-tengah masyarakat,” kata LK Ara, narasumber Bincang Sastra Lisan Gayo Pusat Kajian Kebudayaan Gayo yang digelar melalui Zoom Meeting, Selasa (26/7/2022).

Dalam perbincangan yang langsung dimoderatori Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Gayo Yusradi Usman al-Gayoni dan MC Illyin Sari Nate (mahasiswi Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala), LK Ara mengungkapkan awal mulanya dirinya mendokumentasikan sastra lisan Gayo dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.

“Saya tinggal di Kute Lintang, sekampung dengan Muhammad Baasyir Lakiki. Baasyir Lakiki masih Ama Ecek (adik Bapak). Sejak anak-anak, saya dekat dan punya hubungan emosional dengan Lakiki. Saya mendengar yang dibicarakan dan yang didendangkan Lakiki,” tutur LK Ara.

Diungkapkan LK Ara, tangan kanan Lakiki selalu dekat telinganya. Lakiki biasa membuka dan menutup telinganya saat berdidong.

“Apa yang dikisahkan Lakiki dalam puisi Utih Roda, Lengkawi, Pegasing, dan karya-karya yang lain, dialami langsung oleh Lakiki. Ketika dia bertemu dengan orang, mereka bercerita. Saat bertemu dengan pohon, seolah seperti tanya-jawab. Itu yang jadi inspirasi Lakiki,” sebut LK Ara.

“Lakiki menciptakan karangan didong saat memejamkan matanya. Saat matanya sudah terpejam, pikirannya hanya tertuju pada karya yang akan dia lahirkan. Dia betul-betul konsentrasi, tidak memikirkan yang lain lagi,” kisah LK Ara terkait ciri khas dan proses penciptaan karya Ceh Muhammad Baasyir Lakiki.

Kedekatan emosional dan pentingnya pendokumentasian karya-karya ceh didong tadi, aku LK Ara, yang mendorongnya untuk mengumpulkan karya-karya ceh didong.

“Terlebih, Ibu saya dari Kute Lintang. Tambah, Bapak dari Kung, sekampung dengan Sali Gobal. Tinggal sekampung. Rumah tidak terlalu jauh juga dengan Sali Gobal. Pengumpulan tadi makin intensif saat dirinya dihadiahi tape recorder oleh Idrus, sahabatnya yang juga seorang pengarang,” sebutnya.

Waktu pulang dari Jakarta ke Takengon, LK Ara mulai merekam karya-karya ceh didong. Yang pertama dia rekam, Lakiki.

“Saya bilang, Ama Ecek, biar direkam di tape ini. Rekamannya di Uning. Masyarakat sekitar sangat antusias menyaksikan Lakiki. Itu pertama kali saya merekam ceh didong. Hari demi hari, terus merekam ceh yang lain. Termasuk, Sali Gobal,” ungkapnya.

Setelah penuh satu kaset, sambung LK Ara, dilanjutkan dengan kaset yang lain. Lalu, disalin. Diketik berulang-ulang.

“Karya yang banyak tadi, distensil, bukan cetak. Prosesnya agak panjang. Buku stensil tadi ternyata disimpan oleh Libray of Congress dan tujuh universitas di Amerika Serikat. Dokumentasi tadi juga jadi bahan saya dalam menyusun buku Sastra Lisan Gayo,” aku LK Ara, berkenaan dengan kondisi pendokumentasian yang dijalaninya.

Di Jakarta, sambungnya, dia punya sahabat yang saling menguatkan, Prof. M. J. Melalatoa yang waktu itu masih belum jadi guru besar dan Jahidin Minosar.

“Kami saling menguatkan urusan seni, sastra, dan kebudayaan Gayo. Sebelum kami menikah, kami sering kumpul, tidur bareng, dan kadang cerita sampai pagi. Di antara perbincangan itu, kemudian melahirkan Lembaga Kebudayaan Gayo Alas,” kenang LK Ara.

LK Ara lahir di Kute Lintang, Takengon, Aceh Tengah, tanggal 12 November 1937. Sejak akhir tahun 1960-an, mulai mendokumentasikan sastra lisan Gayo, berpuisi, berkerja di media, aktif di teater dan satu di antara pendiri Teater Balai Pustaka.

Kemudian bekerja sampai pensiun di Balai Pustaka, menyusun/menulis seratusan judul buku, dan masih produktif menulis puisi di media sosial Facebook sampai sekarang, dan bahkan menginjak usianya 85 tahun, LK Ara jadi YouTuber. (rel/ baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda