kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / LBH Banda Aceh Minta Stop Intimidasi Pada Warga Perkebunan Sungai Iyu

LBH Banda Aceh Minta Stop Intimidasi Pada Warga Perkebunan Sungai Iyu

Minggu, 15 Juli 2018 11:52 WIB

Font: Ukuran: - +

(Foto: corong indonesia)

DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang- Pada Minggu, 14 Juli 2018, warga Gampong Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara Aceh Tamiang yang saat ini sedang berkonflik dengan PT. Rapala, sekitar pukul 12.10 WIB didatangi oleh sekelompok orang yang diduga perwakilan dari perusahaan dan meminta warga Gampong Perkebunan Sungai Iyu untuk segera meninggalkan rumah dan tanah yang mereka diami yang diklaim sebagai milik PT. Rapala, serta memaksa warga untuk menerima uang ganti rugi sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

Berdasarkan laporan yang diterima oleh LBH Banda Aceh dari Datuk Penghulu Gampong Perkebunan Sungai Iyu sesaat setelah kejadian, pada saat mendatangi warga, sekelompok orang itu berjumlah 7 (tujuh) orang, termasuk didalamnya terdapat 1 (satu) orang yang berpakaian sipil dan membawa senjata api.

Dalam kejadian ini, setidaknya terdapat 6 (enam) rumah kediaman warga yang mereka datangi dan menyampaikan bahwasanya warga harus segera keluar dan mengosongkan rumah kediamannya serta menerima uang sejumlah Rp. 10.000.000,- dari perusahaan. Bila menolak, maka warga dapat diciduk kapan saja serta laporan polisi yang telah dilaporkan oleh PT Rapala terhadap 22 warga yang telah berstatus sebagai Tersangka tidak akan dicabut.

Mereka juga menyampaikan bahwasanya perusahaan telah berkoordinasi dengan Ketua DPRK dan Bupati Aceh Tamiang, serta Ketua DPRK dan Bupati sudah sepakat dengan perusahaan. Jelas kejadian ini menimbulkan suasana yang tidak kondusif di kalangan warga.

Kondisi ini merupakan imbas lebih lanjut dari persoalan konflik pertanahan yang terjadi antara warga Desa Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara,  Aceh Tamiang dan PT.  Rapala yang telah berlangsung cukup lama. Dalam perkembangannya, sejak 8 Februari 2018 yang lalu sudah ada informasi bahwasanya PT. Rapala akan melakukan pengusiran warga dengan alasan desa ini merupakan bagian dari objek HGU perusahaan, dan perusahaan meminta kepolisian untuk membantu perusahaan dalam pengusiran terhadap warga.

Rangkaian panjang penyelesaian kasus ini sudah berlangsung cukup lama. Berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan, baik dengan menyurati berbagai pihak maupun  melakukan pertemuan dengan berbagai unsur yang ada di level daerah hingga di tingkat nasional. Pada Oktober 2017, LBH Banda Aceh bersama perwakilan masyarakat korban konflik telah melakukan komplain nasional terkait permasalahan ini. Komplain nasional tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan pengaduan secara resmi dan langsung kepada beberapa institusi: Kemendagri, KLHK RI, Kementerian ATR/BPN RI dan KSP RI.

Pada tanggal 30 Mei 2018, sejumlah 25 masyarakat Desa Perkebunan Sungai Iyu diperiksa oleh Kepolisian Resor Aceh Tamiang sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana menguasai lahan atau rumah tanpa hak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 jo Pasal 5 Perppu Nomor 51 Tahun 1960 berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP A/36/V/2018/SPKT tertanggal 23 Mei 2018 dan pada tanggal 2 sampai 11 Juli 2018, 22 orang masyarakat dipanggil kembali dan diperiksa dalam statusnya sebagai Tersangka. Masyarakat Desa Perkebunan Sungai Iyu yang sedang berkonflik dengan PT. Rapala terancam harus menyandang status sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana menguasai lahan atau rumah tanpa hak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 jo Pasal 5 Perppu Nomor 51 Tahun 1960.

Pada 10 Juli 2018 yang lalu, berlangsung pertemuan antara warga Desa Perkebunan Sungai Iyu dengan Pimpinan dan Anggota DPRK. Dalam pertemuan itu, disepakati bahwasanya DPRK Aceh Tamiang akan mendorong terlaksananya pertemuan forkopimda guna mencari solusi penyelesaian yang terbaik untuk permasalahan ini.

LBH Banda Aceh menghimbau kepada semua pihak agar menghentikan seluruh tindakan yang bersifat intimidatif terhadap warga Desa Perkebunan Sungai Iyu. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang dan Pemerintah Aceh sudah seharusnya sesegera mungkin melakukan berbagai tindakan yang dianggap penting dan patut guna mendorong penyelesaian konflik tersebut secara bermartabat dan mengedepankan kepentingan warga. (rel)


Keyword:


Editor :
HARISS Z

riset-JSI
Komentar Anda