Laporan Kematian Anaknya Ditolak Polda Aceh, Ibu Korban Kecewa
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Diana, yang mengajukan laporan pidana didampingi oleh tim dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Diana Sari (32), ibu dari almarhum M. Yudi Ardiansyah (10), bocah SD yang tenggelam di bekas galian C di Gampong Neuhen, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, mengungkapkan kekecewaannya setelah laporan pidana yang ia ajukan ke Polda Aceh ditolak.
Peristiwa tenggelamnya Yudi terjadi pada Rabu (18/9), tiga pekan lalu, dan hingga kini belum ada tindakan nyata dari pihak kepolisian.
Diana, yang mengajukan laporan didampingi oleh tim dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), merasa tidak mendapatkan keadilan atas kematian tragis putranya.
M. Nur, Ketua YARA Perwakilan Aceh Besar, turut mendampingi Diana dalam upayanya mendapatkan kejelasan hukum.
Laporan tersebut diajukan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Aceh, namun hasilnya tidak sesuai harapan.
“Saya sangat kecewa, laporan saya tidak diterima oleh petugas di SPKT dan penyidik jaga di Polda Aceh. Anak saya meninggal dengan cara yang sangat tidak wajar, tapi laporan kami malah ditolak dengan alasan yang tidak masuk akal,” kata Diana, dengan suara bergetar menahan kesedihan saat ditemui media dialeksis.com di Banda Aceh, Rabu (2/10/2024).
Pada saat laporan diajukan, Diana bersama tim YARA diterima oleh petugas piket dan sempat melakukan diskusi dengan penyidik yang bertugas.
Namun, setelah diarahkan ke Kepala Sub Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (Kasubdit PPA) Polda Aceh, laporan tersebut ditolak dengan alasan bahwa terlapor belum diketahui.
Polisi menyarankan agar kasus ini terlebih dahulu dibuat dalam bentuk Lidik Informasi (LI) terkait penemuan mayat di lokasi bekas galian C tersebut.
Ketua YARA, M. Nur, mengungkapkan rasa frustrasinya atas penolakan laporan tersebut.
Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian seharusnya tidak menolak laporan dari masyarakat, terutama dalam kasus yang jelas-jelas melibatkan kematian seseorang.
“Ini kasus yang sangat jelas. Ada korban, ada saksi, dan lokasi kejadian juga sudah diketahui, yaitu di bekas galian C di Gampong Neuhen. Tapi laporan kami ditolak. Kami menduga ada yang ditutup-tutupi oleh oknum kepolisian, terutama karena dugaan bahwa lokasi bekas galian itu milik mantan anggota polisi,” jelas M. Nur.
YARA menuntut agar kepolisian bekerja secara profesional sesuai dengan prinsip Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang mengedepankan prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
M. Nur berharap bahwa tindakan kepolisian dapat lebih tegas dan tidak memihak dalam penanganan kasus ini, meskipun ada dugaan keterlibatan mantan aparat.
“Kami berharap kepolisian, khususnya Polda Aceh, menjalankan tugas mereka sesuai dengan standar presisi yang diusung oleh Kapolri. Jangan sampai ada kesan bahwa ada kasus yang dilindungi hanya karena melibatkan oknum atau mantan anggota polisi,” lanjut M. Nur.
Kematian M. Yudi Ardiansyah menambah panjang daftar korban di lokasi bekas galian C yang tidak terurus dengan baik.
Lokasi tersebut, yang seharusnya ditutup setelah penambangan selesai, kini menjadi ancaman bagi keselamatan warga, terutama anak-anak.
Lubang bekas galian yang tergenang air hujan menjadi perangkap mematikan bagi mereka yang tidak menyadari bahayanya.
Kematian Yudi juga memicu keprihatinan di kalangan masyarakat Aceh Besar yang mendesak pemerintah daerah dan aparat terkait untuk segera menutup lokasi galian yang tidak lagi digunakan dan berpotensi membahayakan nyawa warga.
Diana, yang kehilangan anaknya secara tragis, berharap agar kematian Yudi menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Ia berharap kasus ini bisa segera diproses, dan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kelalaian ini bisa mendapatkan sanksi yang setimpal.
“Saya tidak mau ada lagi anak-anak lain yang mengalami nasib yang sama seperti anak saya. Saya ingin keadilan ditegakkan, dan pihak-pihak yang bertanggung jawab harus dihukum,” ujar Diana.
Kasus ini masih menggantung, dan masyarakat Aceh Besar terus menanti sikap tegas dari Polda Aceh.
Penolakan laporan dari ibu korban hanya memperburuk kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di wilayah ini.
Masyarakat berharap, dalam waktu dekat, Polda Aceh bisa menunjukkan bahwa mereka berdiri di sisi keadilan dan kebenaran, bukan di balik kepentingan tertentu.
Kasus kematian M. Yudi Ardiansyah menjadi salah satu ujian bagi kepolisian dalam menjalankan tugasnya untuk melindungi dan melayani masyarakat.
Dengan adanya laporan yang ditolak, publik semakin mempertanyakan sejauh mana transparansi dan profesionalitas kepolisian di Aceh dalam menangani kasus-kasus yang menyentuh kepentingan publik.
M. Nur dan tim YARA akan terus mendampingi Diana dalam perjuangan mencari keadilan atas kematian putranya.
Mereka juga berencana untuk melaporkan masalah ini ke lembaga-lembaga penegak hukum lainnya jika Polda Aceh tidak segera menindaklanjuti kasus tersebut.
"Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Ini bukan hanya tentang satu anak yang meninggal, tapi tentang tanggung jawab kita semua untuk menjaga keselamatan warga, terutama anak-anak yang paling rentan," pungkas M. Nur. [nh]
- Resmi Dilantik Sebagai Anggota DPR-RI, Muslim Ayub Siap Perjuangkan Aspirasi Masyarakat Aceh
- YARA Desak KPK Supervisi Polda Aceh Usut Dugaan Korupsi Wastafel Disdik Aceh
- Bustami-Fadhil Resmi Penuhi Syarat Pilkada 2024: Ketua KIP Aceh Sampaikan Klarifikasi
- Judi Online Ancam Fondasi Ekonomi Nasional dan Daya Beli Masyarakat