kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kronik Snouck Hurgronje

Kronik Snouck Hurgronje

Senin, 05 Maret 2018 06:05 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Otto Syamsuddin Ishak

Kisah-kisah tentang Snouck, setiap kali membacanya, selalu menerbitkan pertanyaan dan inspirasi. P. Sj. Van Koningsveld menulis "Snouck Hurgronje dan Islam," adalah buku yang menjadi sumber tunggal dalam penulisan kronik Snouck ini.

•    1857 (8 Februari): lahir Christian Snouck Hurgronje.

•    1874: Snouck menjadi mahasiswa Teologi

•    1878: Snouck meraih gelar sarjana muda

•    1884:  13 September bahwa Habib Abdurrahman az-Zahir berada pada Konsul Belanda di Jeddah untuk mendengarkan pidato Snouck tentang gagasan kemungkinan perdamaian di Aceh. Snouck menggambarkan Habib sebagai orang Arab yang cerdik, fasih berbicara dan menguasai sastra Arab. Mungkin perkenalannya dengan Habib inilah titik anjak Snouck mulai memikirkan tentang Aceh.

1.    Kementerian Jajahan setuju untuk mendanai pengiriman Snouck ke Mekkah, sebesar f 1.500. Maka Snouck dapat melakukan 2 hal sekaligus: mempelajari Mekkah (sebagai orientalis, tercermin dari buku Mekkah, jilid pertama), dan mempelajari perilaku keagamaan dan politik para haji dari Hindia (embrio atau modal untuk menjadi penasehat Pemerintah Jajahan, yang tercermin pada Mekkah, jilid 2).

2.    Snouck mulai membangun para informannya, misalnya Dja’far, kemanakan Sultan Pontianak dilatih untuk menjadi juru potret, merekam Mekkah.

3.    Snouck bertemu dengan Haji Hasan Mustapha, asal Garut, di Mekkah

•    1885:

1.    1 Januari: Snouck meninggalkan tempat tinggalnya di Konsulat Belanda, Jeddah.

2.    2 Januari: Snouck mulai serumah dengan informannya, Raden Abubakar Djajadiningrat, dari Banten, yang telah 5 tahun bermukim di Mekkah, dan sekaligus guru bahasa Melayu bagi Snouck.

3.    16 Januari: Snouck dikunjungi oleh Qadi Jeddah, Isma’il Agha dengan 2 orang petugas, lalu Snouck masuk Islam, dengan nama Abdul Ghaffar. Adapun alasannya: pertama, demi sesuatu urusan; dan kedua, mengikuti jejak Ignaz Golziher menjadi murid para ulama Mekkah.

4.    18 Januari: Snouck memenuhi undangan Gubernur Hijaz, dan membicarakan kemungkinan Snouck masuk Mekkah.

5.    21 Januari: Snouck

6.    21 Februari: Snouck masuk ke Mekkah.

7.    31 Agustus : Aziz ibn Haddad, orang Aljazair yang dipensiunkan oleh Perancis di Mekkah, menulis surat untuk mengklarifikasi tentang kepergian Snouck dari Mekkah sebelum waktunya. "Oleh karena engkau telah mengumumkan masuk Islam mu secara terang-terangan, bahkan para ulama Mekkah menguatkan ke sungguhan masuk Islam mu."

•    1886: Ketika telah kembali ke Leiden, Snouck menjalin hubungan dengan Sayyid Ustman bin Abdullah bin Aqil bin Jahja al-Alawi al-Hadrami, yang meninggal pada 1914 di Batavia. Snouck menyebutnya: "sahabat pemerintah Hindia Belanda."

•    1889:

1.    Snouck berupaya menyusup ke Aceh melalui Penang. Alasannya: "...saya terangkan kepada Menteri bahwa kcuali arti politik Islam yang terutama menarik perhatian pemerintah, maka Aceh akan merupakan tempat penting di antara sekian sasaran penelitian saya. Saya tunjukkan bahwa di Mekkah saya telah belajar mengenal orang-orang Aceh dari dekat, sebagaimana tiada seorang Eropa pun yang telah memperoleh kesempatan seperti itu. Saya dengan cara tersendiri, biarlah saya sebut saja dengan menyamar, pergi ke Penang untuk bergaul dengan orang-orang Aceh yang menyingkir."

2.    11 Mei, Snouck tiba di Batavia dari Singapura.

3.    De Lokomotief (20 Mei) memberitakan: "Tuan C. Snouck Hurgronje alias Mufti Haji Abdul-Ghaffar oleh pihak pmerintah akan diberikan kuasa melakukan penelitian pranata-pranata Islam di Hindia Belanda."

•    1890:

1.    Snouck menikah dengan Sangkana, anak perempuan tunggal penghulu besar Ciamis, Raden Haji Muhammad Ta’ib, yang memberi putra-putri: Salmah Emah, Umar, Aminah dan Ibrahim.

2.    Gubernur Jenderal Hindia Belanda, C. Pijnacker Hordijk, memberikan jawaban atas pertanyaan Kementerian Jajahan tentang kabar perkawinan Snouck dengan anak perempuan Penghulu Besar Ciamis. "...ketika itu ia menginap di rumah penghulu besar. Demi keperluannya rohaniawan itu meminta gambaran yang sedekat mungkin mengenai upacara perkawinan bumiputra, agar mendapatkan kesempatan mencatat dengan seksama semua upacara yang diadatkan pada peristiwa itu."

•    1891 (Juli)-1892 (Februari): Snouck berada di Aceh, dengan tujuan "untuk mendapatkan pengetahuan tentang pengaruh Islam atas kehidupan ketatanegaraan, kemasyarakatan dan keagamaan rakyat Aceh."

•    1891 (8 Juli): untuk pertama kali Snouck mulai tinggal di Aceh selama 7 bulan, di dalam batas sempadan Belanda, terpusat di Uleuehleueh. Snouck bertemu dengan Nurdin, adik Qadi Uleuehleueh, yang memasok informasi tentang situasi politik, yang menjadi bahan laporan "Atjeh Verslag."

•    1892:

1.    Haji Hasan Mustapha (yang menikahkan Snouck dengan istri keduanya) atas usul Snouck diangkat sebagai penghulu-besar Kutaraja.

2.    23 Mei: Snouck mengajukan "Atjeh Verslag."

•    1894: Snouck mengatakan: "Tidak ada peralihan agama, bagi bangsa-bangsa dan individu-individu lebih mudah berpura-pura daripada masuk Islam..."

•    1895: Haji Hasan Mustapha dipindah ke Bandung, dan digantikan oleh Raden Haji Muhammad Rusjdi (kerabat dari istri kedua Snouck).

•    1896: Sangkana, istri pertama, meninggal.

•    1898: Snouck menikah dengan Siti Sadijah, istri kedua.

•    1900: Snouck bertemu dengan Djambek alias Njak Puteh yang dapat memberikan informasi tentang pusat-pusat pemukiman di Gayo, yang menjadi informasi untuk pembuatan peta perjalanan perang Van Daalen 1904.

•    1906: Snouck meninggalkan Hindia Belanda.

•    1910: Snouck menikah dengan Ida Oort.

•    1936: 26 Juni, Snouck Hurgronje meninggal di Belanda.

•    1974: Siti Sadijah meninggal di Bandung. Bahwa "ibu saya sangat mencintai mendiang ayah. Ia memandangnya sebagai hak istimewa menikah dengannya. Ia percaya tanpa syarat kepadanya sebagai seorang Muslim yang alim dan baik, yang menegakkan shalat, berpuasa, dan juga dikhitan. Ibu saya pun tak pernah ingin bercerai dari ayah saya, juga tidak ketika mendapat berbagai pinangan, setelah keberangkatan ayah dari Hindia pada tahun 1906. Ia tetap setia sampai wafatnya pada tahun 1974."*

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda