Konflik Satwa dan Manusia Naik di Aceh, 5 Tahun Terakhir Ada 113 Kejadian
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh mencatat lonjakan dramatis dalam konflik antara satwa dan manusia selama rentang waktu 2019 hingga 2023. Pada Rabu (24/1/2024).
WALHI Aceh mengumumkan bahwa sebanyak 113 insiden konflik telah tercatat dalam periode tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, konflik-konflik tersebut melibatkan berbagai jenis satwa, dengan perinciannya sebagai berikut: konflik dengan gajah tercatat sebanyak 33 kejadian, harimau 68 kejadian, orangutan 11 kejadian, dan badak satu kejadian.
Akibat dari konflik-konflik ini, terdapat dampak yang cukup signifikan, termasuk korban jiwa sebanyak 3 orang, 12 orang lainnya mengalami luka-luka, 34 ekor satwa tewas, dan 30 ekor satwa lainnya mengalami luka.
Ahmad Shalihin menjelaskan bahwa konflik ini terutama dipicu oleh persaingan pemanfaatan ruang yang sama antara manusia dan satwa.
"Pada tahun 2023, WALHI Aceh melakukan penilaian terkait konflik gajah dengan manusia di DAS Krueng Peusangan. Ditemukan bahwa persoalan utama pemicu konflik adalah pada pemanfaatan ruang yang sama," ujarnya.
Menurutnya, masyarakat dan satwa membutuhkan ruang yang sama, tetapi dengan tujuan yang berbeda. "Memisahkan ruang dapat mengurangi atau menghilangkan konflik untuk jangka panjang.
Selain itu, terdapat standar ganda dalam penanganan konflik oleh pihak BKSDA, menyebabkan kesenjangan antara penanganan gajah mati dengan penanganan saat gajah masuk ke perkebunan atau permukiman penduduk," tambah Ahmad Shalihin.
WALHI Aceh mencatat bahwa konflik gajah-manusia di DAS Krueng Peusangan, jika tidak segera ditangani, dapat mengakibatkan krisis kelaparan.
"Sejak konflik terjadi pada 2016, 90 persen warga yang pekerjaannya sebagai petani perkebunan harus mencari pekerjaan baru karena lahan mereka tidak lagi dapat digarap," ungkapnya.
Situasi ini menunjukkan perlunya langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan konflik antara satwa dan manusia di Aceh, sekaligus melibatkan berbagai pihak terkait untuk menjaga keseimbangan antara ekosistem dan kehidupan manusia. (InfoPublik)