kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Komisi I DPRA Fuadri: Bila Terima Gaji Dobel, Komisioner Berstatus PNS Layak Diganti

Komisi I DPRA Fuadri: Bila Terima Gaji Dobel, Komisioner Berstatus PNS Layak Diganti

Rabu, 27 Januari 2021 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni
Anggota Komisi I DPRA, Fuadri. [For Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Fuadri mengatakan, komisioner atau anggota lembaga nonstruktural yang berstatus ASN/PNS yang menerima gaji dobel, layak untuk diganti.

Hal itu sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen ASN, mengatur tidak boleh komisioner yang berstatus PNS/ASN menerima gaji pada instansi pemerintah tempat bersangkutan melaksanakan tugas, selama masih berstatus komisioner.

"Kalau yang bersangkutan terima gaji dobel, berarti sudah melanggar persyaratan yang sudah ada dan sudah tidak sesuai dengan syarat administratif yang kita minta, layak untuk digantikan," ujar Anggota Komisi I DPRA, Fuadri saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (27/1/2021).

Ia berujar, pihaknya di Komisi I DPRA akan terbuka menerima informasi bila ada komisioner atau anggota lembaga nonstruktural yang berstatus ASN/PNS yang menerima gaji dobel di instansi tempat ia mengemban amanah.

"Kita dengan sangat terbuka menerimanya informasi-informasi terkait komisioner tersebut, jika memang yang bersangkutan ditemukan hal demikian," ungkap Fuadri.

Anggota Komisi I DPRA itu juga menjelaskan, mekanisme bila seorang ASN/PNS dinyatakan lulus sebagai komisioner, maka diminta segera mengurus pemberhentian sementara sebagai PNS agar tidak menerima gaji dobel.

"Diurus setelah dilantik dan dapat SK. Artinya dengan adanya SK tadi diterima di komisioner, itu menjadi dasar diajukan cuti bebas dari tanggungan negara. Jadi tidak dibayar lagi nanti gajinya di instansi pemerintah tersebut. Dia cuma dapat gaji dari komisioner," jelas Fuadri.

"Misalnya seperti KPIA sekarang, tentu harus segera melakukan itu, pertama harus dapat izin dari atasan dulu. Setelah dapat izin dari atasan, nanti setelah keluar SK baru dilakukan cuti. Kalau tidak dapat izin dari atasan, bagaimana dia mengurus cuti. Berarti yang bersangkutan diminta untuk mundur dari posisi yang sudah ada," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda