Beranda / Berita / Aceh / Kominfo dan Siberkreasi Selenggarakan Kelas Literasi Digital Bagi Komunitas Disabilitas

Kominfo dan Siberkreasi Selenggarakan Kelas Literasi Digital Bagi Komunitas Disabilitas

Selasa, 29 Maret 2022 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Kegiatan Cakap Literasi Digital yang diinisiasi Kominfo dan Siberkreasi, Selasa (29/3/2022). [Foto: dok. Ist.]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mempercepat transformasi digital Indonesia dan mendorong peningkatan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi masyarakat Indonesia, diperlukan upaya dan strategi untuk memaksimalkan literasi digital. 

Badan dunia UNESCO mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif, etika, sosial emosional, dan aspek teknis teknologi.

Dengan adanya literasi digital, maka setiap masyarakat Indonesia diharapkan dapat berpikir kritis terhadap penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga dibutuhkan oleh disabilitas yang ada di Aceh, sebab disabilitas juga berhak untuk melek terhadap teknologi. 

Sementara itu, Rizki Ameliah, Koordinator Literasi Digital Kementerian Kominfo, mengatakan kegiatan yang bekerja sama dengan kelompok difabel dan Pemerintah Aceh ini merupakan kegiatan bersama teman difabel pertama yang dilalukan setelah pandemi.

Hal ini dilakukan karena tidak ada perbedaan difabel dengan masyarakat umum lainnya. Sebab tidak ada yang kita tinggalkan, pemerintah bukan hanya sebagai regulator saja tapi juga menjadi fasilitator untuk mencerdaskan masyarakat Indonesia melalui program literasi digital. 

"Jadi semua lapisan masyarakat tidak ada yang tertinggalkan, itulah gunanya pemerintah hadir bukan hanya untuk membuat sebuah kebijakan tapi bagaiman- dengan kegiatan seperti ini memberikan manfaat bagi masyarakat,” kata Rizki, saat melakukan Talk show, Selasa (29/3/2022).

Ia mengungkapkan ketika berbicara dengan literasi digital pemerintah menargetkan semua kalangan agar mendapatkan manfaat yang sama, terkhususnya penyandang disabilitas, jauh hari berbagai upaya sudah dilakukan pihaknya untuk mencapai tujuan ini. 

“Tapi, edukasi dan perkembangan teknologi dan informasi sudah kita dilakukan sejak tahun 2009 atau sejak berkembang internet di Indonesia,” tambahnya. 

Sedangkan Rizki menyebutkan salah satu tujuan dilaksanakan literasi digital ini bagaimana seluruh masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan digital. 

“Jadi bukan hanya chatting saja atau nonton saja tapi bisa memproduksi konten positif,” ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah tentu akan mendukung jika ada langkah yang membuat terobosan terbaru untuk membantu kelompok disabilitas ataupun pembuatan sebuah aplikasi yang membantu kelompok istimewa ini dalam kehidupan sehari-hari. 

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Siberkreasi, Mira Sahid mengatakan berbicara literasi digital membuka banyak peluang yang bisa diasah dari setiap individu. Begitupun dengan kawan disabilitas, ruang digital diharapkan tidak menjadi kendala namun justru dapat mengasah banyak skill dan kreativitas.

“Dengan literasi digital, diharapkan kawan-kawan dapat memahami teknologi informasi dengan baik dan benar,” kata Mira. 

Ia menyampaikan, skill literasi digital ini juga terkait dengan kompetensi yang harus dipahami, baik dari segi akses, pengetahuan, kemudian distribusi konten.

“Ada 4 pilar literasi digital yang harus dipahami oleh masyarakat yaitu kecakapan digital, keamanan digital, etika digital, dan budaya digital,” jelasnya.  

Selain itu, dengan era globalisasi seperti saat ini sudah banyak masyarakat yang menerima manfaat dari digital literasi atau ruang digital seperti yang dirasakan salah seorang difabel Aldi yang sudah melek terhadap ruang digital sejak 2007 mulai dari Facebook, Google, hingga Shopee dan merasa dimudahkan untuk berkomunikasi dan transaksi.

“Alhamdulillah kebutuhanku terpenuhi berkat digital teknologi seperti saat ini di Banda Aceh sudah ada ojol yang memudahkan saya bepergian,” kata Aldi.

 Ia mengeluhkan, dulu sebelum dunia ruang digital belum berkembang seperti saat ini jika ingin bepergian ia harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer karena tidak bisa berkendara dengan keterbatasan fisiknya.

Selain itu, dalam hal berbelanja juga memudahkannya melakukan transaksi, sebab ia tidak harus lagi ke toko dan mengantri lama tentu ini membuat dia lebih menghemat waktu dan biaya transportasi.

“Saya juga memanfaatkan teknologi seperti media sosial untuk membagikan konten-konten keseharian saya dan merasakaan manfaat teknologi,” tutupnya. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda