kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Ketua AJI Banda Aceh Sebut Kebebasan Pers Tak Boleh Dipahami Secara Dangkal

Ketua AJI Banda Aceh Sebut Kebebasan Pers Tak Boleh Dipahami Secara Dangkal

Jum`at, 12 November 2021 23:20 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Ketua AJI Kota Banda Aceh, Juli Amin. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Banda Aceh Juli Amin mengatakan, untuk memahami kebebasan pers seorang wartawan tak bisa memaknai 'bebas' dalam arti kata sempit.

Misalnya untuk kasus wartawan narkoba, walau tak diatur secara normatif, Juli Amin menyebut jika ada wartawan yang memakai barang haram tersebut, maka dengan sendirinya dia sudah keluar jalur dari profesinya sebagai jurnalis.

Hal ini, kata dia, karena profesi wartawan berkaitan erat dengan kemaslahatan umat. Karena fungsi pers sebagai sarana informasi, edukasi dan kontrol sosial. 

Sedangkan jurnalis, lanjut dia, berfungsi sebagai mencari, menggali, membuat, merahasiakan dan melaporkan sebuah informasi yang tujuannya untuk kepentingan publik.

"Ketika jurnalis sudah terlibat narkoba, tentu saja akan mempengaruhi fungsinya dan merusak profesinya sebagai jurnalis," ujar Juli Amin kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (12/11/2021). Adapun mengenai kebebasan pers, jelas dia, 'bebas' yang dimaksud tidak serta-merta bisa mengangkangi kode etik jurnalistik.

Dari situlah, kata dia, kadang banyak disalahpahami oleh para wartawan, termasuk di Aceh.

Seorang jurnalis, lanjut dia, tidak bisa menulis sesuka hati. Kode etik jurnalistik harus mengikatnya dalam berpraktik jurnalisme. 

Maka, setiap kali seorang jurnalis menemukan sebuah isu, tegas Juli Amin, verifikasi informasi menjadi sebuah hal yang harus diutamakan.

"Kita harus memahami fungsi kita bahwa ketika menulis berita itu berimbang, tidak tendensius, tidak beriktikad buruk, dan tidak mencampuradukkan fakta dan opini," jelasnya.

Ketua AJI Banda Aceh itu juga meminta wartawan untuk lebih mementingkan kepentingan publik. Ia berharap agar praktik jurnalistik di Aceh tidak disalahgunakan untuk kepentingan segolongan atau lembaga tertentu.

"Mungkin, masih banyak wartawan yang bisa dikatakan bahwa dia hanya paham dirinya wartawan. Wartawan itu bebas, sedangkan bebas yang dimaksud mereka tidak memahaminya," ungkap Juli Amin.

"Artinya kebebasan berekspresi ialah kebebasan dalam menyampaikan hal-hal kepentingan publik. Tapi yang sifatnya berimbang, dan ada kepentingan publik di dalamnya, juga harus mengedepankan praduga tidak bersalah," pungkasnya. [AKH]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda