Kerukunan Umat Islam di Aceh Dinilai Bertentangan dengan Realita Warga
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Pemerhati Syariat Islam dan Sosial Politik Aceh, Teuku Muhammad Jafar Sulaiman. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Parameter Indeks Kerukunan Umat Beragama di Aceh sangat rendah. Penyebabnya dikabarkan karena terdapat banyak sekali kasus-kasus konflik di internal umat Islam itu sendiri.
Pemerhati Syariat Islam dan Sosial Politik Aceh, Teuku Muhammad Jafar Sulaiman mengatakan, Indeks Kerukunan Umat Beragama ini menjadi bukti bahwa anggapan Aceh yang terkenal dengan Nanggroe Syariat sangat bertentangan dengan realitas kehidupan para warga.
Ia melanjutkan, persoalan kontestasi para agamawan dalam menggaet umat, perebutan ruang publik, hingga cara penyampaian kajian dengan sudut pandang berbeda juga menjadi persoalan umum dalam mendegradasi kerukunan umat beragama di Aceh.
“Apalagi jika ada statement-statement misalkan tengku itu nggak benar, tengku ini nggak benar. Tengku itu sesat, tengku ini sesat, ini juga memicu degredasi keagamaan di tingkatan masyarakat,” ujar TM Jafar Sulaiman kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Selasa (28/9/2021).
Menurutnya, Dayah atau lembaga pendidikan keagamaan selain penekanan pada agama tetapi juga perlu diajarkan pada entrepeneurship. Misal diajarkan ke para santri cara berwirausaha, kesejahteraan hidup, atau hal-hal lain yang seumpama.
“Jika orang sudah sejahtera, dia nggak akan lagi ngomong-omongin, oh tengku itu benar atau tengku itu salah. Kita fokus saja pada pembenahan ekonomi. Nggak usah terlalu fanatisme (berlebihan) pada konteks keberagaman keagamaan,” jelas Jafar.
Jafar menambahkan, apabila pembenahan ekonomi sudah merata, maka konflik-konflik di internal agama dengan sendirinya bisa diredam.
Karena, sebut Jafar, pandangan soal kecenderungan sosial keagamaan, akreditasi sosial agama, atau memandang tolak ukur seorang pemuka agama dari banyaknya murid atau tidak juga mampu mendegredasi kerukunan umat Islam secara internal.
Oleh karenanya, Jafar berharap agar sesama umat Islam di Aceh bisa saling menguatkan satu sama lain, terutama untuk menyeru orang-orang agar membuka pola pikir sehingga bisa keluar dari fanatisme (berlebihan) beragama. Sehingga fokus lanjutannya bisa tertuju pada pembenahan masyarakat.
“Sama-sama kita serukan orang agar membuka pola pikir dari fanatisme (berlebihan) beragama, keluar dari situ untuk fokus pada pembenahan masyarakat. Terutama bidang kesejahteraan dan ekonomi,” tutup Jafar mengakhiri.