Kepala OJK Ungkap 2 Indikator Penting Untuk Bank Aceh Syariah Jadi Bank Devisa
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bank Aceh Syariah (BAS) yang kini belum menjadi bank devisa ini menjadi suatu hal yang terus diperhatikan masyarakat sampai hari ini. Dengan pamor Bank Aceh secara lokal hampir seluruh penduduk Aceh menggunakan jasa pelayanan perbankan dari Bank Aceh sudah, beberapa pakar menilai sudah seharusnya Bank Aceh menjadi Bank Devisa.
Menurut Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Aceh, Yusri keberadan Bank Devisa di Aceh secara bisnis harus di ukur dengan beberapa indikator dan melihat kebutuhan masyarakat Aceh terhadap Bank Devisa.
"Indikator yang dipertimbangkan antara lain, pertama banyaknya transaksi devisa berupa transaksi internasional ekspor impor dari dan ke Aceh, dan Indikator kedua adalah ketertarikan dan kebutuhan investasi dalam bentuk Valas oleh masyarakat Aceh serta kebutuhan wisatawan mancanegera yang datang ke Aceh yang ingin bertransaksi melalui penukaran valuta asing," jelasnya kepada Dialeksis.com, Selasa (04/01/2022).
Lanjutnya, jika dilihat dari indikator diatas dibutuhkan, maka sangat diperlukan Bank Devisa yang memang secara pasar cukup ada dan terbuka. Sehingga bank-bank yang beroperasi di Aceh akan masuk dalam bisnis valuta asing tersebut.
Namun, kata dia, jika indikator itu tidak terpenuhi maka transaksi valuta asing di bank devisa menjadi suatu produk dan aktivitas berizin namun tidak digunakan secara maksimal. Seperti istilah "Ada barang tapi tidak termanfaatkan", sehingga untuk menjadi Bank Devisa harus benar-benar dilakukan kajian yang lengkap dan menyeluruh.
Disinggung soal sejauh mana keberadaan perbankan syariah di Aceh mampu untuk merealisasikan atau memang belum cukup untuk mewujudkan bank devisa hadir di Aceh?
Yusri mengungkapkan persyaratan untuk menjadi Bank Devisa, antara lain:
1. Tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau peringkat komposit 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan terakhir;
2. Memiliki Modal Inti paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan
3. Memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil Risiko.
Sejauh ini, Bank Aceh sudah memenuhi persyaratan tersebut. Namun, untuk menjadi Bank Devisa selain persyaratan di atas, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan dan dianalisis oleh bank, antara lain:
a. Mencantumkan rencana menjadi bank devisa dalam Rencana Bisnis Bank, yang memuat :
- Tujuan dan manfaat Kegiatan Usaha dalam valuta asing bagi Bank,
- Cakupan Kegiatan Usaha dalam valuta asing, termasuk penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang akan dilakukan Bank; dan
- Penjelasan struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang akan dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Usaha dalam valuta asing
b. Studi kelayakan usaha (feasibility study) Kegiatan Usaha dalam valuta asing, antara lain seperti potensi ekonomi, peluang pasar (penghimpunan dana dan penyaluran dana), tingkat persaingan antar bank, dan proyeksi pertumbuhan neraca terkait dengan produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing selama 12 (dua belas) bulan;
c. Kesiapan penerapan manajemen risiko atas Kegiatan Usaha dalam valuta asing, mengacu pada POJK Manajemen Risiko.
d. Prosedur pelaksanaan (standard operating procedure);
e. Kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang digunakan;
f. Rencana penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT); dan
g. Kesiapan hubungan korespondensi dengan bank di luar negeri; dan
h. Daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
Kajian dan analisis di atas yang harus dipersiapkan jika Bank Aceh secara bisnis ingin mejadi Bank Devisa.
Sampai dengan saat ini, sebenarnya sudah ada beberapa bank yang beroperasi di Aceh masuk dalam kategori bank devisa, antara lain Bank Syariah Indonesia (gabungan dari beberapa bank syariah milik bank Himbara) dan Bank Muammalat Indonesia.
Dengan adanya bank-bank tersebut, transaksi valuta asing yang diinginkan masyarakat Aceh tetap dapat dilakukan sesuai dengan produk dan aktivitas valas yang diimiliki oleh masing-masing bank.
Saat Dialeksis konfirmasi ke pihak Bank Aceh, dikatakan pihak Bank Aceh pada tahun ini (2022) telah merencanakan peluncuran terkait pelayanan Bank Devisa.
"Bank Aceh telah mengirimkan Rencana Bisnis Bank (RBB) ke OJK, dan akan kita pelajari dulu sejauh mana RBB bank di tahun 2022 sd 2024 kedepan yang akan di bahas di Bulan Januari 2022 ini. Kita akan lihat apakah Bank telah merencanakan sesuai dengan kajian di internal dan mempersiapkan semua persyaratan yang dipenuhi apabila tercantum dalam RBB," kata Yusri menjelaskan.
Ia menambahkan Jika nantinya telah direncanakan dan semua persyaratan dipenuhi, OJK akan menyetujui sepanjang memenuhi persyaratan dan tidak menimbulkan risiko tambahan bagi bank atau dengan kata lain Bank Aceh harus mengkaji secara komprehensif baik dari resiko, prediksi kedepan maupun dalam hal pengelolaannya.
"Karena itu menyangkut dengan biaya dan pemanfaatan produk bagi nasabah yang tentunya harus dihitung cost of benefit," pungkasnya.