Kebijakan Lockdown Harus Dibarengi Oleh 'Social Savety Net'
Font: Ukuran: - +
Reporter : Im Dalisah
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengamat Ekonomi Aceh Rustam Effendi menyebutkan seruan dan himbauan pemerintah kepada masyarakat agar berdiam diri dirumah harus dibarengi dengan kebijakan Social Savety Net (Jaring Pengaman Sosial) agar dapat menjamin kehidupan ekonomi rakyat terus berjalan. Menurut Rustam, dampak himbauan ini sangat dirasakan oleh pengusaha kecil dan pekerja lepas yang mengandalkan pendapatannya secara harian.
"Ini sesuatu yang harus disikapi oleh pemerintah pihak pemda. Himbauan berdiam diri dirumah selama 2 minggu ini kan sulit itu. Kalau dia langgar kan salah itu. Harus ada langkah yang dibuat pemerintah seperti Social Savety Net, jaring pengaman sosial. Misalnya kasih jadup kepada masyarakat miskin dengan pemberian bantuan bahan makanan pokok. Kalau ini tidak dipikirkan ini bisa bermasalah," jelas Rustam kepada Dialeksis.com, Rabu, (25/3/2020).
Lebih lanjut dia mengatakan anggaran-anggaran yang dinilai tidak strategis seharusnya bisa dialokasikan untuk menerapkan strategi jaring pengaman sosial
"Contoh kan ada biaya tidak terduga dari APBA, dana pokir anggota dewan. Satu anggota dewan coba di share 5 milyar, kalikan dengan 81 anggota dewan. Lebih 400 milyar kan. Atau pemotongan dana Tunjangan Prestasi Kerja (TPK) para pegawai, potonglah sekian persen. Jadi ini harus ada gerakan bersama. Swasta juga begitu, halo-halo lah kepada pengusaha yang kaya-kaya. Kan ini bisa dideklarasikan oleh pak gubernur, ajak Pangdam, ajak Kapolda, ajak Kajati, ayo kita bantu masyarakat miskin melalui program social savety net. Dana desa juga bisa digunakan," tukas dia.
Dengan adanya kebijakan itu, sambung dia, pihak penegak aturan yang melakukan sosialisasi dimasyarakat dapat memberikan sanksi tegas bagi yang melanggar.
"Jadi kalau ditangkap di jalan, ada alasan. Kan sudah diberikan bantuan oleh pemerintah, ngapain lagi keluar," tandas Rustam.
Penanggulangan situasi sulit ini, kata Rustam, harus dilakukan secara sinergi dan terintegrasi antara satu pihak dengan pihak lainnya.
"Tidak bisa dikerjakan secara parsial, tidak bisa sendiri-sendiri. Langkahnya harus terpadu, dan harus kolektif. Umpama musuh, kita harus 'kepung' sama-sama ini. Berbahaya ini, jangan anggap sepele. Coba lihat Australia, apa yang mereka tidak punya. Alkes nya (alat kesehatan) luar biasa siap, tapi gelagapan juga kan. Daya penghancur yang diakibatkan oleh virus ini 10 ribu kali lebih hebat," jelas pengamat ekonomi Aceh ini.
Hingga Selasa, (24/3/2020) sore, secara nasional terdapat 686 kasus Covid-19.
"Ada penambahan kasus baru 107 orang. Sehingga totalnya 686 orang," ungkap juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, seperti dilansir kompas.com hari ini, Rabu, (25/3/2020).
Di Aceh sendiri, meskipun belum ditemukan kasus positif yang terjangkit virus corona, namun status Orang Dalam Pemgawasan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) terus meningkat.
Berdasarkan rilis yang diterima redaksi kemarin sore, Selasa, (24/3/2020), jumlah ODP di Aceh menjadi 193 orang, bertambah 6 orang dari data sebelumnya 187 orang.
"Sementara PDP saat ini berjumlah 38 orang. PDP yang sudah pulang sebanyak 31 orang, dan dalam perawatan ada enam (enam) orang," jelas Jubir penanggulangan Covid-19 Provinsi Aceh, Saifullah Abdul Gani, atau yang akrab disapa dengan inisial SAG itu, Selasa, (24/3/2020). (Im)