Kebijakan HP Dilarang Dibawa ke Sekolah, Masih Jadi Dilematis
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizky
Kepala SMAN 2 Banda Aceh, Jamaluddin. [Foto: Ist./Net]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sehubungan dengan maraknya pemberitaan tentang perilaku negatif peserta didik yang terjadi di luar lingkungan sekolah seperti komunitas geng motor, tawuran, balapan liar, begal, judi online, bullying, dan kecenderungan mengakses situs pornografi sehingga menimbulkan keresahan dan kekhawatiran terhadap etika dan perilaku peserta didik pada saat berada di lingkungan sekolah.
Maka sesuai hasil rapat koordinasi Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar bersama seluruh pengawas pembina sekolah dan kepala SMA/SMK dan SLB Kota Banda Aceh dan Kabupatan Aceh Besar pada hari sabtu tanggal 9 September 2023 di Aula Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar salah satu poinnya adalah menertibkan dan melarang pengunaan alat komunikasi (HP Android atau sejenisnya) di lingkungan sekolah yang dapat menggangu proses belajar mengajar.
Menanggapi hal ini, Kepala SMAN 2 Banda Aceh, Jamaluddin mengatakan, jika fungsi HP hanya sekedar untuk berkomunikasi dan dikomunikasikan, tak ada masalah.
"Namun, ketika sudah mampu menghadirkan berbagai layanan atau fitur, baik yang positif dan negatif, tentu bagi pengguna akan menghasilkan juga positif dan negatif," tutur Jamaluddin saat diwawancarai Dialeksis.com, Selasa (19/9/2023).
Ia juga menyampaikan, lembaga pendidikan tentu tidak mengharapkan output atau produk yang keliru atau negatif. Namun, kehadiran HP sekarang dengan spesifikasi yang serba canggih tidak selalu diikuti dengan edukasi yang mumpuni. Termasuk dari produsen maupun konsumen, terlebih-lebih hilangnya perhatian orang tua. Malah orang tua menganggap hal terpenting tanggung jawab untuk anak sudah terpenuhi dengan membeli HP sesuai keinginan.
"Kondisi ini tentu sangat memprihatikan, apalagi tersirat netralitas penggunaan HP anaknya diserahkan ke sekolah, sekalipun tertib penggunaan HP terkadang dikontra oleh sejumlah orang tua dan publik," ucapnya.
Tidak hanya itu, dari berbagai fenomena di atas, baik yang terlihat maupun kita rasakan terhadap keberadaan HP masih kita temukan kondisi dilematis, baik dirumah tangga, di lingkungan maupun di lembaga, termasuk di lembaga pendidikan.
"Akan tetapi, secara kelembagaan di satuan pendidikan atau sekolah, sebutnya, HP memang dibutuhkan di era literasi digitalisasi, tapi masih ditemukan kesenjangan atau masalah di sekolah ketika HP dipergunakan dengan bebas oleh siswa, terutama pada siswa intelektual rendah," ucapnya.
Kemudian, penggunaan HP di sekolah harus diikuti dan disepakati melalui aturan yang jelas dan terukur, apalagi pada siswa berasrama/boarding. Orang tua dan lingkungan harus mendukung dan memberikan peran edukasi terhadap aturan sekolah, termasuk melakukan pengecekkan perangkat teknologi yang digunakan oleh anak secara berkala.
"Jika dipandang memang sekolah belum siap dengan aturan dan kemampuan pengelolaan HP, sebaiknya sementara melarang HP ke sekolah dengan ketentuan sekolah harus memberikan layanan komunikasi dan literasi digitalisasi, sehingga siswa tidak GAPTEK," pungkasnya. [AU]