Kasus Pelecehan Terhadap Anak Terjadi Kagi, YLBHA: Segera Revisi Qanun Jinayat!
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Direktur YLBHA, Tarmizi Yakub, SH, MH. (Baju batik/sebelah kanan). [Foto: Dialeksis/ftr]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih saja terjadi. Kali ini seorang anak kecil yang masih berumur 4 tahun dengan inisial S asal Gampong Bireuen, Meunasah Dayah, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.
Pada konferensi pers di Banda Aceh, Kamis (10/2/2022), Hal itu disampaikan Direktur YLBHA, Tarmizi Yakub, SH, MH.
“Tersangka dalam kasus ini seorang Laki-laki dengan inisial M. Kini sedang ditahan di rutan Polres Bireuen dengan perkara pelecehan seksual terhadap anak,” katanya kepada awak media pada konferensi pers tersebut, Kamis (10/2/2022).
Kemudian, Tarmizi mengatakan, berdasarkan Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014 dengan hukum acara jinayat UU nomor 7 tahun 2014 kewenangan pengadilan ada pada Mahkamah Syariah.
“Sedangkan Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2022 JO nomor 35 tahun 2016 kewenangan mengadili ada pada Pengadilan Negeri,” sebutnya.
Kemudian, Dirinya menjelaskan, dalam qanun jinayat pasal 181, alat bukti yang dibutuhkan yaitu, keterangan saksi, keterangan ahli, barang bukti, surat, bukti elektronik, keterangan terdakwa, pengakuan terdakwa. Dan jika pada KUHAP (pasal 184 KUHAP), alat bukti yang dibutuhkan keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.
Dalam hal ini, sudah pandang YLBHA, bahwa alat bukti sudah cukup bak dibawa ke Qanun (MS) atau ke UUPA (PN). Kemudian, sikap JPU mencederai hukum, keadilan, kepastian dan kemanfaatan, dimana dalam perkara yang sama yang anak korban tidak bisa menceritakan dengan gambling perkaranya naik, baik ke MS ataupun ke PN.
Namun, dalam perkara ini ketaranagn anak begitu terang, namun JPU mengatakan tidak cukup bukti.
“Perkara anak sejatinya dan seharusnya merujuk kepada UUPA dan harus dibawa ke PN dan bukan MS. Qanun serta PERDA, dimana PERDA tidak boleh mengalahkan UU atau hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi. Sebagaimana Hierarki Perundangan-udangan (Lex superior derogate legi inferiori),” kata Tarmizi.
Oleh karena itu, kata Tarmizi, YLBHA berharap agar Aspidum atau Jampidum serta Kejagung kembali melimpahkan persoalan anak ini ke Pengadilan Negeri sesuai UUPA.
“Kami berharap agar ASPIDUM/JAMPIDUM serta Kejagung kembali melimpahkan persoalan anak kepengadilan negeri sesuai UUPA dan tidak lagi melimpahkan ke MS karena menyangkut sarana dan aturan yang mendukung tentang perlindungan anak masih lemah,” ungkapnya.
Lanjutnya, Tarmizi mengharapkan juga, agar DPRA dan pemerintah Aceh segera merevisi Qanun Jinayat dan Hukum Acara Jinayat serta mengharap agar institusi pengak hukum, media, akademisi, praktisi hukum, pemerhati anak, DP3A, LSM, dan seluruh masyarakat mengawal proses revisi itu.
“Dan juga mengeluarkan pasal perlindungan anak pada Qanun Jinayat dan mengembalikan perkara anak pada UUPA dan UU Kekerasan Perempuan dan Anak yang segera disahkan DPR RI dan pemerintah serta mengembalikan persoalan anak Aceh pada pengadilan negeri,” pungkasnya. [ftr]
- Peringati HPN 2022, PWI Bireuen Gelar Donor Darah dan Santuni Anak Yatim
- Prananda Surya Paloh Serahkan Traktor Untuk Kelompok Tani Gampong Arongan
- Donor Darah Peringati Hut ke-14 Partai Gerindra, DPC Bireuen Kumpulkan 47 Kantong Darah
- Kejari Bireuen Hentikan 5 Perkara Melalui Pendekatan Keadilan Restorative Justice