Incumbent Lemah Manfaatkan Mesin Birokrasi Jadi Peluang Para Penantang Pilkada Aceh 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : akhyar
Direktur Eksekutif Politician Academy, Bonggas Chandra. [Foto: Dokpri]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Politician Academy, Bonggas Chandra mengatakan, diundurnya Pilkada Aceh ke 2024 bisa menimbulkan plus minus tersendiri terhadap perhelatan Pilkada Aceh nantinya.
Ia menguraikan, dampak Pilkada Aceh 2024 membuat Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh memiliki waktu lebih luas untuk berkoordinasi dengan KPU, provinsi dan kabupaten/kota.
Dampak ini, lanjut dia, dikarenakan pada sebelumnya KIP Aceh kewalahan menyesuaikan anggaran dan pengaturan jadwal Pilkada yang begitu mepet, apalagi dengan tidak adanya kepastian anggaran yang ada pada waktu itu.
Dampak selanjutnya, kata Bonggas, ditunjukkannya PJS kepala daerah di semua wilayah Aceh selama dua tahun yang selama ini belum pernah terjadi.
Hal ini, kata dia, bisa menyebabkan perdebatan tersendiri di daerah karena kapasitas PJS sangat berbeda dengan kapasitas kepala daerah dalam melakukan pembangunan dan keputusan-keputusan yang strategis.
Kemudian, lanjut dia, incumbent (petahana) memiliki pengaruh lebih kecil terhadap mesin birokrat/ASN.
Bonggas mengatakan, sudah menjadi rahasia umum bahwa mesin birokrasi/ASN banyak dimanfaatkan oleh petahana untuk memenangkan si incumbent tersebut.
Namun dikarenakan posisinya telah kosong selama 2 tahun, maka pemanfaatan mesin birokrasi oleh incumbent untuk kompetisi Pilkada lanjutan menjadi lebih kecil.
Berita ini, kata Bonggas, menjadi berita buruk bagi incumbent dan berita bagus bagi para penantang yang mau ikut bertarung.
"Selama ini yang ditakutkan oleh penantang kan biasanya mesin birokrasi yang dimanfaatkan oleh incumbent. Oleh karena ini, dengan adanya kekosongan selama 2 tahun itu, maka kemungkinan peluang penantang bisa jadi lebih besar," kata Bonggas Chandra dalam Webinar series Politician Academy yang mengusung tema Persiapan dan Tantangan Pilkada Aceh 2024 yang disiarkan secara langsung melalui Zoom App, Sabtu (26/6/2021).
Lalu, dengan diundurkannya Pilkada Aceh ke 2024, jelas Bonggas, menyebabkan isu utama yang mengemuka di Aceh adalah seputaran implementasi UU Pemerintah Aceh yang belum dilaksakan secara konsisten serta Dana Otonomi Khusus yang belum bisa mensejahterakan rakyat Aceh.
Berkenaan dengan kepastian hukum pelaksanaan Pilkada di Aceh, Bonggas mengatakan ada dua pola yang bisa dilakukan untuk meminta hukum yang pasti mengenai pelaksanaan Pilkada di Aceh.
Pola pertama, melalui konsultasi antara pemerintah setempat, DPRA, dan DPRK dengan awak KPU dan pemerintah pusat untuk kepastian hukum.
Pola kedua, para politisi Aceh di partai nasional bisa langsung menyuarakan suaranya ke DPP masing-masing untuk bersikap mengenai mengenai Pilkada Aceh.
"Masalah kepastian hukum, menurut saya menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Jangan sampai masalah ini menjadi berlarut-larut terabaikan. Apalagi dengan adanya pandemi Covid dan lain-lain. Semua harus bergerak bersama untuk menuntut kepastian hukum Pilkada di Aceh," pungkas Bonggas.