Iklan Rokok Mengepung, Bujuk Halus Mengepul Asap Bagi Remaja
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kota Banda Aceh merupakan tuan rumah untuk permasalahan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Awalnya, Kota Banda Aceh memiliki aturan KTR pada Peraturan Walikota (Perwal) No 14/2012, namun kini sudah memiliki Qanun KTR setara Peraturan Daerah (Perda) yang dikeluarkan pada tahun 2015.
Secara implementasi, produk hukum ini dinilai masih sangat lemah, termasuk untuk sanksi-sanksi hukum bagi pelanggar yang merokok di tempat umum. Keadaan merokok juga menjadi fenomena yang lumrah terjadi. Bahkan diperbolehkan secara sosial khususnya bagi kalangan kawula muda.
Secara garis besar, iklan rokok masih dianggap belum secara maksimal pengaturannya dalam Qanun KTR. Berseraknya iklan rokok di berbagai tempat juga dinilai ikut berkontribusi dalam menggiring perilaku remaja untuk merokok.
Banyak studi menjelaskan musabab seorang remaja bisa terjerumus merokok. Diantaranya karena masifnya iklan rokok yang terpajang dimana-mana dan harga per batang rokok yang bisa dijangkau oleh siapa pun. Kemudian, kurangnya literasi bahaya merokok bagi kesehatan serta aturan buruk terhadap pengendalian tembakau juga dipercaya sebagai musabab lain dari rayuan maut perilaku merokok secara luas.
Promosi iklan melalui Sales Promotion Girl (SPG) dan gerakan sponsor rokok dalam event-event kepemudaan, tentunya juga dianggap sebagai bujuk halus untuk menumbuhkan hasrat merokok bagi masyarakat.
Berdasarkan hasil survei, jumlah perokok tingkat pelajar Sekolah Menengah di Banda Aceh relatif tinggi. Dari 365 siswa yang disurvei pada tahun 2019 secara independen oleh Prodi Ilmu Komunikasi USK, sebanyak 41 persen responden merupakan perokok atau pernah merokok. Sebanyak 37 persen sebagai perokok aktif yang merokok setiap hari dan 59 persen hanya sebagai perokok di waktu tertentu saja.
Dari penelitian itu diketahui juga bahwa usia siswa pertama kali merokok rata-rata dimulai semenjak usia 15 sampai 19 tahun. Mengejutkannya lagi, terdapat responden yang mengaku sudah mengenal dan mencoba merokok sejak ia berusia 10 tahun ke bawah, bahkan terdapat siswa yang mengaku bahwa pengalaman pertama kali menghisap rokok sejak usia 4 dan 5 tahun. Tentu ini menjadi gambaran miris bagaimana melekatnya budaya rokok bagi remaja di kota madani.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) The Aceh Institute telah melakukan serangkaian Focus Group Discussion (FGD) guna membahas penyelesaian terkait masalah ini. Dengan dukungan dari The Union, The Aceh Institute berencana mengadakan presentasi materi terhadap dampak rokok bagi anak dan remaja di Banda Aceh.
The Aceh Institute membingkai Media Briefing untuk memelopori isu budaya rokok agar menjadi perhatian umat. The Aceh Institute juga kabarnya akan membangun komitmen dan menerima segala masukan dari pihak manapun untuk menyodorkan solusi dari kerentanan remaja terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok di Kota Banda Aceh.
Sebagai catatan tambahan, acara ini akan dilaksanakan di Ivory Coffee & Culinary, Banda aceh, pada hari Rabu, 1 September 2021. Para peserta juga dibatasi jumlahnya demi memenuhi protokol kesehatan dan menghindari kerumuman.
Teruntuk warga Aceh, jika punya pertanyaan maupun opini seputar cara membebaskan budaya merokok di Aceh, bisa mengirim pertanyaan atau mensubmit tulisan ke alamat surel redaksi Dialeksis di media.dialeksis@gmail.com. Pertanyaan terpilih akan diteruskan ke The Aceh Institute dan opini terbaik akan di muat media. [AKH]