kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Hasil Studi: Anak Muda Tahu Politik di Medsos dan Paling Konsern Terhadap Isu Kebijakan

Hasil Studi: Anak Muda Tahu Politik di Medsos dan Paling Konsern Terhadap Isu Kebijakan

Jum`at, 02 September 2022 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Ilustrasi. [Foto: Shutterstock ]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) melakukan penelitian secara berkala tentang “Persepsi Anak Muda Terhadap Pemilu 2024”.  

Tujuan utama penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana preferensi politik anak muda dalam melihat dinamika sosial, politik dan hukum jelang Pemilu 2024.

Berdasarkan temuan angket TII periode 26 Juli-12 Agustus 2022, media sosial merupakan saluran informasi yang dekat dengan anak muda.

Konsekuensi dari hal tersebut yaitu, pertama, anak muda untuk mendapatkan informasi tentang dinamika sosial politik bergantung pada informasi yang beredar di media sosial.

Melihat ketergantungan ini, maka penting untuk mendorong media sosial yang bersih dari berita bohong maupun ujaran kebencian berbasis politik identitas.

Hal ini penting agar informasi yang beredar dapat menjadi ruang sosialisasi dan pendidikan politik yang baik bagi pemilih muda.

Pemerintah, partai politik, dan para pemangku kebijakan perlu memanfaatkan ruang digital dan platform media sosial secara strategis, edukatif, informatif, serta kreatif, untuk menjangkau komunikasi dengan anak muda dan memanfaatkan media sosial untuk mendorong partisipasi publik anak muda dalam proses kebijakan.

Anak muda yang mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang dinamika sosial politik dari media sosial, menjadikannya sebagai pemilih yang rasional.

Pemilih rasional diasumsikan mempunyai kemampuan untuk menilai tentang isu-isu maupun kandidat yang diajukan dalam Pemilu. Responden dalam angket TII ini juga menunjukkan kepedulian mereka terkait dengan isu-isu kebijakan.

Anak muda sebagian besar memiliki kepedulian terhadap pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi dan Revisi UU ITE. Namun, tidak sedikit pula anak muda yang memperhatikan RUU yang berkaitan langsung dengan kepentingan perempuan, yaitu RUU KKG dan RUU KIA.

Dalam isu kebijakan, anak muda berpandangan bahwa penindakan terhadap tindak pidana korupsi belum berjalan dengan baik.

Hal ini dikarenakan lembaga yang berwenang untuk melakukan upaya penegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi adalah Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, KPK memiliki kewenangan khusus untuk melakukan pemberantasan korupsi.

Salah satu faktor yang dapat menjadi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi adalah revisi terhadap UU KPK dan pelanggaran etik yang dilakukan oleh komisioner KPK.

Mayoritas anak muda, sebesar 48 persen dari total responden, merasa bahwa kondisi kesejahteraannya lebih baik, dan sebesar 39 persen mengaku sama saja dibandingkan kondisi dua tahun yang lalu.

Hal tersebut menunjukkan bahwa program Pemulihan Ekonomi Nasional yang diberikan pemerintah dinilai responden telah tersalurkan dengan baik. Kemudian, fakta lain yang penting untuk dicatat adalah bahwa kebijakan pelonggaran mobilitas masyarakat saat ini juga memengaruhi kondisi ekonomi keluarga anak muda dibandingkan pada saat pandemi Covid-19 dua tahun lalu.

Melihat temuan angket TII pada periode sebelumnya (20 April-11 Mei 2022), anak muda menyebutkan bahwa mereka khawatir mengenai isu kondisi lapangan kerja.

Senada dengan hal tersebut, ternyata sebanyak 40 persen dari total responden, anak muda menilai bahwa kesempatan lapangan kerja di Indonesia saat ini sama saja dibandingkan dua tahun yang lalu. Bahkan, 35 persen diantaranya menjawab kesempatan lapangan kerja di Indonesia saat ini semakin buruk dibandingkan dengan dua tahun lalu. Dengan demikian, kesempatan lapangan kerja masih menjadi tantangan bagi para responden.

Indonesia memiliki Program Kartu Prakerja untuk mengatasi masalah isu lapangan kerja yang dapat diakses penduduk mulai dari usia produktif yaitu 18 tahun. Sebanyak 46 persen anak muda menjawab “netral”.

Hal ini dapat diindikasikan bahwa mayoritas responden yang menjawab belum mengetahui sepenuhnya tentang program ini untuk mereka akses. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut mengenai literasi informasi anak muda terutama lulusan SMA/SMK/Perguruan tinggi terkait dengan Program Kartu Prakerja.

Temuan angket TII ini juga menunjukkan kepedulian yang tinggi para responden terkait dengan perbaikan kualitas pendidikan. Mereka juga kritis terkait kebijakan ini dan menganggap bahwa partai politik maupun Capres dan Cawapres belum serius dalam menjawab tantangan kualitas pendidikan di Indonesia.

Responden juga mengkonfirmasi pandangan mereka ini dan menjadikan visi, misi, dan program pasangan calon Pemilihan Presiden 2024 terkait isu pendidikan ini sebagai salah satu pertimbangan mereka dalam menentukan pilihannya.

Angket TII ini juga menemukan adanya beberapa program kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya terkait dengan pemerataan akses pendidikan, penguatan proses pembelajaran, perbaikan kualitas dan kesejahteraan guru, perbaikan dan perluasan fasilitas pendidikan, serta penguatan implementasi kebijakan pendidikan.

Permintaan program terkait pemerataan akses pendidikan menjadi program yang paling banyak diminta oleh responden dalam angket TII.

Pemerataan akses maksudnya adalah meningkatkan kemudahan anak untuk mendapat layanan pendidikan, baik itu kemudahan dalam bentuk bantuan pendidikan gratis bagi anak kurang mampu maupun kemudahan akses menuju layanan pendidikan bagi anak yang tinggal di daerah terpencil.

Sedangkan temuan lain dalam angket TII ini, yaitu adanya permintaan responden terkait penguatan proses pembelajaran. Penguatan proses pembelajaran mencakup beberapa hal, seperti penguatan kurikulum dan metode pembelajaran jarak jauh.

Sementara, penguatan implementasi kebijakan pendidikan misalnya terkait dengan penegakan aturan di lingkungan pendidikan untuk mencegah dan menangani tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah seperti perundungan dan lain sebagainya.

Rekomendasi

Pertama, penting bagi partai politik untuk memberikan solusi terkait keresahan anak muda terhadap isu-isu kebijakan dan menawarkan program yang realistis dalam kampanyenya, maupun dalam posisinya saat ini dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU), baik di ranah legislatif maupun eksekutif.

Termasuk soal konsern responden mengenai Revisi UU ITE dan pentingnya UU PDP, serta RUU lain seperti KKG dan KIA, yang perlu ditanggapi secara serius oleh pembentuk UU.

Kedua, temuan dalam angket ini juga perlu menjadi masukan bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya, untuk membaca keresahan dan aspirasi anak muda, serta menindaklanjutinya lewat perbaikan proses kebijakan di berbagai bidang, termasuk di bidang ekonomi, sosial, politik, dan hukum, guna menghasilkan kebijakan yang responsif, relevan, inklusif, partisipatif, dan kontekstual, terutama dalam menjawab kebutuhan dan kepentingan kaum muda.

Ketiga, partai politik serta kandidat capres dan cawapres perlu didorong untuk memberikan pendidikan politik yang baik, dengan memberikan informasi tentang visi, misi, dan program yang ditawarkan kepada kaum muda melalui media sosial.

Ini juga menjadi kesempatan bagi partai politik untuk membuka kesempatan luas bagi anak muda untuk ikut berkiprah dan berpartisipasi dalam politik secara signifikan. Selain itu, partai politik juga harus kreatif dalam berkompetisi dan berkampanye politik lewat ide dan program, bukan lewat berita bohong dan memanipulasi politik identitas.

Keempat, mendorong, penyelenggara Pemilu dan Pilkada, baik KPU dan Bawaslu untuk menambahkan pengaturan dan penjelasan terkait dengan kampanye di media sosial. KPU bersama dengan Bawaslu harus membuat aturan tentang penyelenggaraan kampanye di media sosial, termasuk ketentuan tentang batasan konten yang boleh dan tidak boleh untuk ditampilkan di media sosial, serta pengawasan yang efektif dan melibatkan beragam pihak, serta mendorong penerapan sanksi yang tegas dan jelas jika terjadi pelanggaran baik oleh peserta maupun pemangku kepentingan terkait lainnya..

Kelima, KPU, Bawaslu, Organisasi Masyarakat Sipil dan institusi pendidikan (sekolah dan universitas) bekerja sama untuk meningkatkan kegiatan pendidikan politik untuk anak muda. Misalnya, dengan menggelar sosialisasi dalam bentuk diskusi dan sebagainya yang melibatkan multipihak yang relevan dengan topik ini.[Akh]

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda