Harga TBS Murah, Sekretaris Apkasindo Aceh: Pak Jokowi Tolong Dengar Jeritan Petani
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Nasional - Sekretaris Asosiasi Petani Kepala Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh, Fadhli Ali, mengatakan saat ini harga pupuk sangat mahal. Mirisnya, harga tandan buah segar (TBS) sawit justru dibeli sangat murah.
“Harga sawit dibeli sekarang di Aceh sekitar Rp1.400 per kilogram di tingkat petani,” kata Fadhli, Sabtu (20/5/2023).
Menurut Fadhli, di tengah produksi buah TBS masih belum normal atau masa trek, harga jatuh pula. Pendapatan petani sawit melorot tajam.
Keadaan ini membuat petani semakin menjerit. Pemerintah harus memperhatikan nasib petani sawit saat ini. Masalah harga TBS terkait dengan Kementerian Perekonomian, Menteri Perdagangan dan juga Menteri Kemaritiman dan Investasi selaku Satgas Kelapa Sawit. Masalah pupuk terkait dengan Kementerian BUMN.
"Semua bapak-bapak kita itu mohon berkenan menaruh perhatian pada persoalan petani kelapa sawit. Rehat dulu sejenak dari persoalan politik Capres dan Wapres. Ada 16-17 juta rakyat Indonesia secara langsung dan tidak langsung hajat hidup mereka terkait dengan kelapa sawit," pinta Fadhli.
Seharusnya, kata dia, harga sawit dibeli sekitar Rp 2.500-2.800 per kilogram. Karena biaya perawatan kebun, pekerja, dan lainnya menghabiskan dana begitu besar, dimana biaya pokok produksi berkisar Rp 1.800-2.150/Kg
"Saya berharap Presiden Jokowi mendengar jeritan petani di daerah saat ini. Berhentilah beberapa saat mikirin soal Capres-Wapres Pak Jokowi. Tolong pikirkan nasib petani, harga TBS amblas, Pak," ucap Fadhli.
Saat ini harga TBS sangat murah, petani sudah mulai berkeluh kesah dan semakin nyaring keluh kesah petani.
“Kalau begini keadaannya, petani semakin tidak sejahtera,” ujarnya.
Di sisi lain, menurut Fadhli, murahnya harga TBS sawit ini karena patokan harga minyak goreng murah. Dijual dengan harga Rp14 ribu per kilogram.
“Keadaan ini menjadikan petani korban, kenapa nggak tingkatkanlah sedikit jadi Rp16 ribu misalnya,” sebut dia.
Selain itu, Fadhli meminta ibu rumah tangga memahami kondisi ekonomi saat ini. Sebab petani saat memproduksi sawit hingga menjadi minyak makan mengucurkan keringat dan banting tulang di terik matahari.
“Jadi, ibu-ibu yang menggoreng ini mengerti sedikit lah juga kepada petani-petani ini yang bekerja. Mereka juga perlu ada kesejahteraan,” kata Fadhli.
Anehnya, Fadhli menilai pada tahun 2023 ini mandatori B40 sudah dijalankan, dulu B35. Artinya penggunaan atau konversi CPO untuk BBM dalam solar itu sekitar 35 persen sekarang sudah jadi 40 persen. Lebih banyak CPO terpakai di dalam negeri untuk program biodiesel ini.
“Sekarang sudah mulai dijalankan mandatori B40, dengan kata lain 40 persen dalam kandungan solar itu bahan bakunya dari komponen CPO,” sebutnya.
Menurut Fadhli, pengusaha yang ditunjuk untuk memproduksi bio diesel itu mendapatkan suntikan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk memproduksi B40.
“Harusnya mandatori itu dapat mendongkrak harga TBS,” kata dia.”Tetapi kok tidak, ini aneh menurut saya.”
Jadi, kata Fadhli, yang mendapatkan keuntungan dari dana pungutan kelapa sawit adalah perusahaan-perusahaan besar yang memiliki mandat untuk memproduksi bio diesel. Sementara ketika itu dilakasanakan, petani tampak tidak merasakan dampak positifnya serapan CPO di dalam negeri itu.
“Harusnya dampaknya itu berkolerasi positif dengan mandatori bio diesel B40 ini. Harusnya harga TBS itu terseret naik, ini malah turun sekarang,” pungkasnya. [*]