GeRAK Minta Pemerintah Aceh Bersikap Terkait Hauling Batubara Milik PT PBM
Font: Ukuran: - +
Sejumlah truck pengangkut batubara (hauling) menuju pelabuhan Jetty Ujung Karang Kota Meulaboh, yang dikabarkan diamankan oleh Satlantas Polres setempat, Selasa (8/3/2022). [Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syah Putra menuntut pemerintah provinsi melalui dinas terkait untuk tidak berdiam diri atas perihal aktivitas hauling yang dilakukan oleh PT. Prima Bara Mahadana (PBM) menuju pelabuhan Jetty Ujoeng Karang, Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.
“Kita berharap agar Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dan Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) Provinsi Aceh untuk tidak berdiam diri, padahal aktivitas PBM dilapangan diduga belum banyak terlengkapi izinnya,” ujar Edy Syah Putra dalam keterangan tertulisnya kepada Dialeksis.com, Selasa (8/3/2022).
GeRAK Aceh Barat turut mempertanyakan kewenangan Pemerintah Aceh dalam mengelola Minerba sebagaimana bila dilihat dari Instruksi Gubernur Aceh Nomor 12/INSTR/2020 Tentang Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara di Aceh.
“Apa yang kami sebutkan sudah sedari awal kami ingatkan dan memberikan warning, dan tak terkecuali kepada pemerintah daerah setempat, namun parahnya Forkompinda Aceh Barat sebagaimana disebutkan dalam media menyatakan tidak ada lagi masalah dan semuanya sudah mendapatkan persetujuan dari Forkompinda. Tentunya kami mempertanyakan hasil telaah dari Forkompinda yang dimana disebutkan bahwa terhadap perizinan, sejauh ini juga tidak masalah, karena perusahaan tersebut selama ini telah mengantongi izin dari pemerintah,” kata Edy Syah Putra.
Bahkan, Edy, pada Febuari 2022 kemarin, pihaknya mendapatkan informasi terbaru dari manajemen PBM yang menyebutkan bahwa mereka saat ini sedang menghentikan sementara waktu semua aktivitas penambangan batubara, dimana GeRAK menduga ada banyak hal persoalan yang dihadapi oleh perusahaan tersebut.
“Dan bahkan berdasarkan penelusuran yang kami dapatkan, pihak Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa hasil evaluasi tahap I aspek teknis dan lingkungan dokumen RKAB Tahun 2022, PT. PBM disimpulkan belum memadai, diperbaiki dan dilengkapi, yakni meliputi aspek Tekhnis Pertambangan, Aspek Perlindungan Lingkungan Minerba, Aspek Keselamatan Pertambangan, dan Aspek Konservasi Minerba,” ungkapnya.
“Begitu juga untuk evaluasi tahap II aspek teknis dan lingkungan dokumen RKAB Tahun 2022 PT PBM disebutkan, aspek Teknis Pertambangan, Aspek Perlindungan Lingkungan Minerba, Aspek Konservasi Minerba, dan Aspek Standarisasi Usaha Jasa Pertambangan, disimpulkan belum memadai, diperbaiki dan dilengkapi,” sambung Koordinator GeRAK Aceh Barat.
Pihak GeRAK juga kembali mempertanyakan tagihan pembayaran terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 267 juta dan juga rencana reklamasi dan paska tambang beserta jaminannya sebagaimana diatur dalam PP 78 Tahun 2010, adapun sanksinya yaitu mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara, dan/atau pencabutan IUP.
Dukung Upaya Penegakan Hukum
Di sisi lain GeRAK mendukung langkah Satuan Polisi Lalu Lintas (Sat Lantas) Polres Aceh Barat, yang pada hari ini mengamankan 5 truck angkut batubara yang sedang melakukan hauling menuju pelabuhan Jetty Ujung Karang Kota Meulaboh karena melintasi jalur yang tidak masuk dalam kawasan jalan hauling.
“Atas hal tersebut, kami memberikan apresasi kepada Satlantas Polres Aceh Barat yang berani melakukan penegakan hukum,” ujar Edy Syah Putra.
Namun pihak GeRAK juga meminta agar penegak hukum untuk menyelidiki perihal angkut mengangkut (hauling) batubara menuju conveyor di pelabuhan Jetty Ujong Karang tersebut. Hal ini bila dikaitkan dengan apa yang disebutkan oleh perwakilan PT PBM yang menyatakan bahwa pembangunan kompayer dikawasan Ujung Karang Meulaboh untuk pengangkutan batu bara tersebut diluar tanggung jawab perusahaan.
“Bagaimana mungkin bila kemudian PBM selaku pemegang IUP-OP dengan nomor SK IUP tahun 2012 dengan kode WIUP nomor 3111053032014004 dengan luas hektare 2.024 yang berakhir pada 15 Febuari 2032 namun tak bertanggung jawab dalam aktivitas angkut mengangkut barubara menuju pelabuhan Ujung Karang yang sedang berlangsung saat ini,” bebernya.
“Kami menduga, ada kelompok lain, atau oknum, atau perusahaan lain yang diduga mencoba mengambil keuntungan pribadi, padahal bila mengacu kepada aturan yang berlaku dan sah di republik ini, maka mereka wajib untuk mematuhi dan menjalankan Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang. Atas hal ini, kami meminta agar Komisi III DPR RI, Polda Aceh, Gakkum Kementerian LHK, Kementerian ESDM untuk menelusuri proses izin yang sudah dilanggar oleh perusahaan PBM dan memberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku di republik ini,” pungkasnya.